Wakil Ketua DPRD Jatim Khawatirkan Dampak Harga BBM Naik

Wakil Ketua DPRD Jatim Khawatirkan Dampak Harga BBM Naik

Surabaya, Memoramdum.co.id - Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah mengaku khawatir dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap nasib rakyat yang belum pulih dari pandemi Covid-19. Kekhawatiran ini cukup berlasan, karena kebijakan ngeprank pemerintah pusat. “Presiden Jokowi kembali ngeprank masyarakat Indonesia terkait kenaikan BBM Subsidi. Sebelumnya pemerintah menyatakan BBM Subsidi jenis Solar dan pertalite akan naik pada tanggal 1 September kemarin, sehingga masyarakat panik sehari sebelumnya, antrean panjang dan keributan di SPBU terjadi pada 31 Agustus malam. Bahkan beberapa oknum telah melakukan penimbunan BBM,” terang Anik Maslachah. Hingga Kamis siang, lanjut sekretaris DPW PKB Jatim ini, harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. “Masyarakat pun menyambut dengan gembira karena pemerintah dinilai mendengarkan aspirasinya,” urai dia. Namun siang ini, lanjut Anik Maslachah, ternyata masyarakat dikejutkan. Presiden Jokowi resmi mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi. Pertalite dari harga Rp 7.650, kini menjadi Rp. 10.000. Sedangkan solar dari harga 5.150, kini Rp 6.800. Kebijakan energi yang diambil pemerintah pusat tersebut akhirnya diminta untuk kembali di-review. Karena kondisi ekonomi masyarakat yang amat tidak memungkinkan setelah dilanda covid-19 2 tahun lamanya. “Masyarakat baru saja memulai ekonomi untuk bangkit, namun kebijakan pemerintah pemerintah amat berseberangan. Kenaikan BBM bersubsidi yang berdampak langsung terhadap rakyat kecil dan menengah. Dimana daya beli masyarakat menurun akibat harga kebutuhan bahan pokok seperti sembako ikut naik,” kata Anik Maslachah. Ia menyebutkan tidak luput dari perhitungan pemerintah. “Kenaikan BBM bersubsidi menimbulkan inflasi yang tajam pada sektor pangan, rakyat kecil makin menjerit," urai dia. Jika hal tersebut diteruskan terjadi, lanjut politisi PKNB Jatim ini, rakyat yang mulai menuju sejahtera akan jatuh pada garis kemiskinan. Anik Maslachah menyebutkan berbagai studi dan bahkan contoh kebijakan menaikkan BBM subsidi telah ada. Pada masa SBY misalnya, kenaikan BBM 30% tahun 2005 membuat peningkatan angka inflasi dan jumlah masyarakat miskin. Inflasi dan harga sembako yang melambung tinggi tersebut dikhawatirkan menimbulkan ceos atau konflik sosial pada masyarakat bawah yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk membeli. "Ketakutan kami, kriminalitas meningkat. sudah teorinya dimana kemiskinan di suatu daerah tajam, angka kriminalitas juga akan tinggi juga," aku Anik. Politisi asal Dapil Sidoarjo ini, mendorong pemerintah segera membuat kebijakan berupa bantalan sosial seperti BLT, sebagai kebijakan jangka pendek. “Namun pemerintah memperbarui data penerima bantuan yang selama ini dimiliki. Sebab selama covid-19 berlanjut, banyak masyarakat kelas menengah yang jatuh miskin, namun juga tidak dipungkiri, ada beberapa masyarakat yang sudah sejahtera,” tandas Anik Maslacahah. Lanjut Anik, update data ini penting untuk hindari timbulnya konflik di masyarakat. “Data bantuan covid-19 kemarin cukup jadi pelajaran. Data penerima hak bantuan tidak di lapangan," jelasnya. Karena itu, satgas pangan difungsikan dan bekerja lebih extra dalam pengawasan stabilitas sembako. Sebab dengan kenaikan BBM tersebut diprediksi akan terjadi permainkan harga pangan. Pemerintah segera membuat kebijakan pro terhadap ekonomi mikro. Seperti Anggaran pupuk bersubsidi agar ditambah dan modal lunak untuk UMKM juga ditambah. Kebijakan anggaran subsidi tersebut guna memperkuat ketahanan pangan nasional dan membangkitkan sektor ekonomi mikro UMKM. "Operasi pasar harus rutin, intensif guna mencegah permainan harga. Satu sisi PR klasik pemerintah juga harus segera diselesaikan, yaitu ketika musim panen tiba harga harus stabil, tidak boleh anjlok," tegas Anik. (day)

Sumber: