Dandim 0824/Jember Didapuk Jadi Bapak Asuh Anak Stunting

Dandim 0824/Jember Didapuk Jadi Bapak Asuh Anak Stunting

Jember, Memorandum.co.id - Komandan Kodim 0824/Jember, Letkol Inf Bantara C Pangaribuan didapuk sebagai bapak asuh anak stunting. Pengukuhan dilakukan serentak via Zoom Meeting yang dipimpin langsung oleh Komandan Korem 083/Baladhika Jaya, Kolonel Inf Yudhi Prasetiyo. Dalam video conference dengan tema "Ayo Lawan Stanting, Senyum 1000 Balita" diikuti oleh Komandan Kodim 0824 Jember Letkol Inf Bantara C Pangaribuan didampingi oleh Mayftrianthi, Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Cabang XXXVIII Dim 0824/Koorcab Rem 083 PD V/Brawijaya dan Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jember, Suprihandoko. Tampak hadir para Pasi Dim 0824/Jember dan Anggota Staf Kodim 0824/Jember maupun pengurus Persit Cabang XXXVIII Kodim 0824/Jember dan Ibu-Ibu beserta anak Balita, di aula Kodim 0824 Jember, Selasa (23/8/2022). Setelah dikukuhkan sebagai Bapak Asuh anak Stunting, Letkol Inf Bantara C Pangaribuan mengatakan, faktor- faktor tingginya angka Stunting di Kabupaten Jember dibutuhkan kolaborasi dan koordinasi dari semua pihak, baik Pemerintah daerah bareng TNI dan Polri bergandengan tangan untuk menyelesaikan kasus Stunting yang sangat tinggi di Jember. "Sebagai pemicu tingginya stunting banyak faktor mulai pernikahan dini, pentingnya asupan gizi yang cukup bagi ibu hamil, hingga melahirkan dibutuhkan gizi untuk pertumbuhan yang normal, serta air bersih konsumsi maupun Jambanisasi merupakan faktor utama tingginya Stanting," kata Komandan Kodim 0824 Jember. Jumlah Stunting di kabupaten Jember sebanyak 11.7 persen, katagori pendek sejumlah 14. 335 balita dari 174.000, katagori sangat pendek sebanyak 6.171, total dengan jumlah 20.506 katagori pendek, sudah sedikit menurun bila dibandingkan di tahun 2020, sesuai dengan Dirjen Bangda Kementerian dalam negeri. Sementara Suprihandoko menambahkan, problem penanganan stunting timbul banyak faktor, mulai pemenuhan gizi dan perkawinan dini serta pentingnya memberikan hak pada anak diantaranya pelayanan kesehatan, kelayakan tempat bermain, dan mendapatkan pelayanan pendidikan. "Sebagian besar anak jember pendidikan nya belum tuntas hingga 12 tahun yang lulus SLTA sederajat, akhibat tidak tuntas pendidikan lulus SMA/Aliyah setara itu yang mengakibatkan timbulnya perkawinan dini, itulah mengapa problem stanting terus tumbuh," bebernya. Untuk itu, penurunan/stop stunting perlu juga keterlibatan jajaran dinas kesehatan dan dinas pendidikan sehingga wajib belajar agar seluruh anak jember bisa menerima hak sampai lulus setara SMA/Aliyah. "Kalau pendidikannya bagus akan lebih paham dan memahami tentang kesehatan reproduksi pendewasaan perkawinan terjaga, dan bagi yang hendak kuliah dan nikah akan dibekali life skill keterampilan hidup yang mendatangkan penghasilan," jlentreh Suprihandoko. Suprihandoko menambahkan, ketentuan dan regulasi pernikahan sesuai undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang sebelumnya perempuan usia 16 tahun diperbaharui menjadi usia 19 tahun dan sudah bagus. "Tapi masih harus dibekali life skill ketrampilan, semua juga butuh peran dari keluarga dan masyarakat untuk mendukung program stop stanting," pungkasnya.(edy)

Sumber: