Prostitusi di Kaki Jembatan Suramadu Bukti Kegagalan Pemkot Surabaya
Surabaya, Memorandum.co.id - Pemerintah Kota Surabaya memastikan praktik prostitusi tidak terjadi lagi. Namun sejumlah fakta menunjukkan, tindakan melanggar hukum ini masih terjadi. Seperti fenomena prostitusi terselubung pengaduk kopi di kaki jembatan Suramadu. Munculnya kabar sumir praktik terselubung di kawasan eks Jarak, eks Moroseneng, eks Sememi, permakaman Kembang Kuning ini memanfaatkan kelengahan petugas. Belum lagi prostitusi terselubung berkedok pijat plus-plus. Tentunya semuanya dilakukan ilegal, setelah belasan tahun lalu sejumlah lokalisasi di tengah Kota Surabaya dipaksa tutup. Fenomena ini menjadi potret kehidupan masyarakat urban metropolis. Kota Surabaya sebagai metropolisnya Jawa Timur menjadi magnet warga dari kota/kabupaten, bahkan provinsi lain. Pakar kebijakan publik, Andri Arianto MA menyebutkan, pemerintah sudah seharusnya memberikan solusi. Di mana penertiban lokalisasi harus diikuti kegiatan pendampingan masyarakat sekitar secara bertahap. Sehingga mereka yang tadinya tergantung di dunia gelap prostitusi, bisa mandiri dengan menata ekonomi lainnya. “Tentunya program pendampingan pemerintah diperlukan. Bukannya membebaskan, setelah itu selesai. Ada tanggungjawab sosial pemerintah terhadap rakyatnya,” tegas mantan aktivis 98 ini serius. Bermunculannya titik-titik prostitusi sebenarnya sangat dipahami lembaga pemerintahan paling bawah. Namun karena lemahnya kontrol sosial, membuat aktivitas yang ilegal tersebut dibiarkan. “Bisa jadi dampak ekonomi juga dirasakan masyarakat sekitar,” terang dia. Alumni FISIP Unair ini mengusulkan, setiap petugas tramtib melakukan operasi, sekaligus dipublikasi hasil penindakan. Apakah yang terjaring ber KTP Surabaya segera ditangani dan dilakukan pembinaan. “Jika di luar Surabaya, pemkot harus berkoordinasi dengan tempat asal warga yang terjaring,” tegas dia. Andri menyebutkan kerjasama antar OPD di lingkungan Pemkot Surabaya untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan yang ada dimasyarakat. Petugas operasi dikapangan memiliki tanggungjawab sosial dengan kerjasama antar OPD. “Bagaimana Satpol PP, linmas dan dinsos melakukan kerjasama, tidak berjalan sendiri,” tutur dia. Lanjut Andri, karena itu pemkot bisa melibatkan masyarakat atau melibatkan ahli untuk mencari solusi dan penanganan masalah. “Penanganan problem sosial akan bisa diselesaikan, selama koordinasi OPD dan penataan program beriringan,” tutur Andri. (day)
Sumber: