Sidang Korupsi TKD Bulusari Pasuruan, Pengacara: Itu Bukan Tindak Korupsi

Sidang Korupsi TKD  Bulusari Pasuruan, Pengacara: Itu Bukan Tindak Korupsi

Surabaya, memorandum.co.id - Samut, terdakwa yang diduga terlibat dalam kasus pemanfaatan tanah kas desa (TKD) Bulusari, Kecamatan Gempol, telah dituntut selama 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Dhimas dari Kejari Pasuruan. Terhadap tuntutan tersebut, melalui pengacaranya, Ahmad Riyadh UB, terdakwa menyampaikan pembelaannya. Dalam dalil pembelaannya, disebutkan bahwa uraian perbuatan yang didakwakan dan dituntutkan oleh JPU bukanlah termasuk tindak pidana korupsi. "Dalam perkara ini adalah mengenai pertambangan dan lingkungan hidup," ucap Riyadh saat membacakan pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (5/7). Selain itu, Riyadh menambahkan tidak ada saksi-saksi maupun bukti-bukti bahwa kliennya melakukan perbuatan pidana yaitu mengeruk tanah di TKD, Bulusari sebelah sisi timur. "Tidak terdapat pengerukan TKD Bulusari pada bagian sebelah timur, yang ada adalah proses (cut and fill) pada tanah swasta bukan tanah TKD," sambungnya. Lebih lanjut Riyadh menjelaskan bahwa yang melakukan pemerataan lahan adalah pihak TNI bukan kliennya. Apalagi Samut sendiri menjabat sebagai bendahara dusun sejak tahun 2000. "Dan itu jauh sebelum proyek pembangunan rumah prajurit ada," ujarnya. Selain itu Riyadh menjelaskan bahwa baik dari saksi yang dihadirkan JPU dan saksi A de Charge yang dihadirkan pihaknya menyatakan, kliennya tidak pernah membujuk warga agar mau menerima adanya proyek pembangunan rumah prajurit. "Dari keterangan para saksi, penerimaan warga atas adanya proyek tersebut adalah dinyatakan dalam rapat dusun yang dihadiri oleh pihak TNI dan warga Dusun Jurang Pelen 1. Dimana warga menyatakan kompensasi tersebut memang dikhususkan untuk Dusun Jurang Pelen 1," jelasnya. Sementara itu, terkait kerugian negara, Riyadh mempertanyakan perhitungan BPKP adalah terkait dengan berkurangnya volume tanah di lokasi tanah kas desa sebelah timur. "Itu bukan terkait dengan kompensasi dari ritase truk yang diterima oleh warga Dusun Jurang Pelen 1. Sedangkan dalam tuntutannya JPU menambahkan kerugian negara dari uang kompensasi tersebut, yang notabene terhadap hal tersebut tidak ada," bebernya. Sedangkan saat ahli BPKP dihadirkan ke persidangan, Riyadh menyebutkan bahwa ahli tidak bisa menjelaskan mengalir kepada siapa dan dikuasai siapa kerugian negara tersebut. "Bahwa Ahli BPKP menyatakan dirinya tidak mengetahui aliran kerugian negara kepada siapa dan dikuasai siapa," ungkapnya. Saat ditemui usai sidang, Riyadh menyampaikan bahwa kasus ini gelar perkaranya sudah dilaksanakan di Kejaksaan Agung. Dan saat itu hasil gelar perkara kasus ini harus dihentikan. "Tetapi, oleh Kejari Pasuruan kasus ini malah dinaikkan. Dan menahan Pak Samut. Klien kami ini hanya pengusaha pengurukan. Dan dia tidak melakukan pengerukan tanah di TKD. Melainkan di tanah milik swasta," kata Riyadh. Sedangkan terkait naiknya kasus ini hingga ke persidangan, Riyadh menyatakan bahwa dirinya telah melaporkan Kajari, Pasuruan ke Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung RI. "Atas naiknya kasus ini yang bertolak belakang dengan hasil gelar perkara sudah kami laporkan ke Jamwas," tegasnya. Terpisah, JPU Dhimas Angga ketika ditemui menyatakan bahwa pengerukan yang dilakukan terdakwa sudah melalui pengerukan dan kesepakatan bersama. "Terdakwa ini kepanjangan tangan dari PT Prawira Tata Pratama. Dia bukan pemilik, hanya turut sertanya. Penetapan tersangka bukan hanya terdakwa. Kalau pelaku utamanya nanti tunggu hasil persidangan," tandasnya. (jak)

Sumber: