Dugaan Penyelewengan Dana Pilwali 2020, Polisi Kesulitan

Dugaan Penyelewengan Dana Pilwali 2020, Polisi Kesulitan

Surabaya, memorandum.co.id - Kinerja penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polrestabes Surabaya dipertanyakan. Meski mengetahui adanya dugaan kebocoran Rp 20 miliar terkait dugaan penyelewengan dana Pilwali 2020 Kota Surabaya, namun hingga saat ini hanya berkutat di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK). Itu saja baru delapan PPK yang dipanggil dari 31 kecamatan yang ada. Jika memang tidak ditemukan adanya dugaan korupsi, seharusnya polisi menghentikan kasus ini. Bukan hanya sekadar meraba-meraba untuk mengetahui aliran dana tersebut. Kanit Tipikor Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu Jonson saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa pihaknya masih menyelidiki. “Aliran dana itu yang masih kami selidiki," kata Jonson. Berangkat dari sini, polisi kemudian memanggil PPK untuk mengetahui penyelewengan dana hibah tersebut. Lantas berapa jumlah anggaran yang diberikan kepada setiap PPK melalui kesekretariatan, Jonson mengaku belum mengetahuinya karena saat ini masih proses kelengkapan berkas. "Masih proses pengumpulan berkas dari PPK karena ada PPK yang belum lengkap berkasnya dan kami masih menelusurinya aliran dana," jelasnya. Apakah ada jadwal pemanggilan lagi mulai dari pemkot, KPU maupun PPK, Jonson mengatakan untuk sementara belum ada pemeriksaan lagi. "Belum ada," pungkas Jonson. Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Bhayangkara (Ubhara) M Sholehuddin berpendapat, bahwa sering proses penyelidikan dan penyidikan sebuah perkara tidak dipahami secara baik dan benar oleh aparat penegak hukum. "Mestinya dibaca dan dipahami dengan baik dan benar konsep-konsep dalam sistem peradilan pidana kita. Dalam sistem peradilan pidana kita penyelidikan dan penyidikan merupakan satu kesatuan. Namun praktiknya itu dibedakan secara tajam," tutur M Sholehuddin saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (15/6) malam. M Sholehuddin kemudian menjelaskan, bahwa untuk proses penyelidikan tidak membutuhkan jangka waktu yang lama. Menurutnya, proses penyelidikan tidak butuh waktu lebih dari satu hari. "Tidak butuh waktu lama. Kalau menggunakan pemahaman dan logika hukum yang benar itu cepat langsung naik proses ke penyidikan. Satu hari cukup. Sebab, dalam proses penyelidikan oleh penyidik hanya untuk menduga adanya tindak pidana. Jadi belum mencari bukti-bukti. Nanti di proses penyidikan baru dicari bukti-bukti itu untuk membuat perkara menjadi terang," jelasnya. Lebih lanjut, M Sholehuddin menerangkan bahwa akibat dari pemahaman atas proses penyelidikan yang dibedakan secara tajam dugaan berpotensi terjadinya perbuatan korupsi  Padahal mengacu pada konsep dan definisi penyelidikan hanya butuh satu hari. "Kalau dimaknai secara tajam akan timbul macam-macam. Seperti yang pernah saya katakan bahwa proses penyelidikan yang berlarut-larut diindikasikan adanya perbuatan korupsi," tandasnya. (rio/jak/fer)

Sumber: