Kemplang Bank Pelat Merah Rp 60 M, Pasutri Dijerat UU Tipikor

Kemplang Bank Pelat Merah Rp 60 M, Pasutri Dijerat UU Tipikor

Surabaya, memorandum.co.id - Kasus korupsi yang terjadi di bank pelat merah kian merebak saat ini. Salah satunya terungkap dari pelimpahan dua tersangka dan barang bukti (tahap ll) kasus kredit macet senilai Rp 60,2 miliar di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Adapun kedua tersangka tersebut yaitu RK, Direktur Utama (Dirut) PT Hazzel Karya Makmur (HKM) dan suaminya, DC, selaku pelaksana proyek. Terungkapnya kasus dugaan korupsi yang menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah ini bermula ketika PT HKM mengerjakan proyek pembangunan 31 gudang, di Business Central 99 pada 2014. Terhadap pelaksanaan kegiatan proyek tersebut, PT HKM kemudian mengajukan kredit sebesar Rp 77 miliar ke bank pelat merah. Terhadap permohonan kredit yang diajukan PT HKM tersebut, pihak kemudian menyetujui dengan mencairkan dana segar senilai Rp 50 miliar. Setelah pencairan dana tersebut, oleh PT HKM ternyata tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Hal ini menyebabkan pembangunan 31 unit gudang tidak selesai. “Sehingga pada Maret 2016 pihak bank menyatakan kredit PT HKM dalam posisi outstanding atau macet,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjung Perak I Ketut Kasna Dedi saat jumpa pers di kantornya, Senin (13/6). Terkait dengan modus para tersangka, Kasna mengungkapkan bahwa permohonan kredit tersebut dijalankan dengan menggunakan dokumen palsu. Baik di saat permohonan maupun pencairan. Selain itu keduanya juga menggelembungkan (mark up) anggaran mencapai Rp 77 miliar saat proses pengajuan pinjaman ke bank. "Dari hasil audit BPK, kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 60 miliar lebih," ungkapnya. Menurut mantan Kajari Penajem Paser Utara (PPU) tersebut, saat ini penyidik masih melakukan pengembangan guna melakukan penelusuran keterlibatan pihak lain termasuk pihak perbankan. "Kami minta bantuan PPATK untuk melakukan penelusuran keterlibatan pihak lain. Kedua tersangka saat ini ditahan di Cabang Rutan Kejaksaan Tinggi Jatim," jelasnya. Selain kasus tersebut, Kasna membeberkan dalam bisnis properti yang dikelola oleh pasangan suami-istri DC dan RK, Kejari Tanjung Perak Surabaya menemukan tiga orang korban yang telah membayar lunas sebesar total Rp 9 miliar untuk membeli tiga unit gudang yang nyatanya tidak pernah dibangun itu. "Berkas perkaranya ditangani terpisah dalam kasus tindak pidana umum penipuan dan penggelapan," tandas Kajari Kasna. Lanjut Kasna, kedua tersangka disangkakan dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU nomor 31 Tahun 1999 jo UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Selain itu, kedua tersangka juga disangkakan dengan pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Kasna. Sementara itu, Alfred Dachi, pengacara kedua tersangka saat dikonfirmasi terkait kasus tersebut usai pelimpahan tahap dua menyampaikan akan mengikuti semua proses hukum. “Ikut proses hukum yang sudah berjalan,” singkatnya. (jak)

Sumber: