Sidang Sah-Tidaknya Penggeledahan, Penyelidikan Bukan Objek Ranah Praperadilan

Sidang Sah-Tidaknya Penggeledahan, Penyelidikan Bukan Objek Ranah Praperadilan

Surabaya, Memorandum.co.id - Sidang praperadilan permohonan sah dan tidaknya penggeledahan yang diajukan Lucky Kartanto terhadap Direktorat Jendral Pajak Kantor Wilayah DJP Jawa Timur l berlanjut. Dalam persidangan yang digelar di ruang Tirta l, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tersebut masuk pada agenda kesimpulan. Permohonan praperadilan diajukan oleh warga Jalan Wonorejo Permai Selatan, Rungkut tersebut lantaran Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyelidikan terhadap wajib pajak orang pribadi atas nama pemohon. Pemohon menganggap, termohon tidak berwenang melakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan). Menurutnya, surat perintah pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan dianggap tidak sah berdasarkan pelimpahan wewenang. Selain itu, pemohon menyebut jika termohon tidak berwenang melakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan karena surat permohonan pemindahan wajib pajak terdaftar dianggap oleh pemohon telah dikabulkan secara fiktif positif. Dan juga tindakan perolehan atau pengambilan data elektronik dalam proses pemeriksaan bukti permulaan yang dianggap oleh pemohon sebagai penggeledahan. Serta tindakan peminjaman berkas, dokumen, data, barang lainnya yang dianggap oleh pemohon sebagai penyitaan. Untuk itu, pemohon meminta kepada hakim tunggal AFS Dewantoro agar memutuskan dan menyatakan tidak sah penggeledahan dan atau penyitaan yang dilakukan oleh termohon yang didasarkan pada Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Nomor PRIN.BP-013/WPJ.11/2021 tanggal 9 November 2021. Sehingga secara mutatis-mutandis termohon tidak lagi berwenang untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan serta segala keputusan dan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berdasarkan surat perintah in casu menjadi batal demi hukum. Terhadap dalil permohonan praperadilan tersebut, tim advokasi Dirjen Pajak menanggapi bahwa sangat jelas dan tegas bahwa pemohon mempermasalahkan terkait dengan tindakan Kanwil DJP Jawa Timur I yang seluruhnya bukan merupakan objek praperadilan untuk mengadili. Hal tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PUU-XVII/2019 tanggal 15 April 2019. Lebih lanjut, terkait peminjaman bahan bukti oleh termohon dalam proses pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan) seolah-olah merupakan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dalam tahap penyidikan. Padahal, dalam proses peminjaman bahan bukti tersebut disampaikan oleh pihak pemohon secara sukarela dan tidak ada upaya paksa apa pun dari termohon apabila bahan bukti atau dokumen tersebut tidak diserahkan oleh pihak pemohon. Selain itu, pemohon juga mempersoalkan hal-hal terkait pelimpahan wewenang dan putusan fiktif positif terkait permohonan pemohon untuk mengajukan pindah wajib pajak. Termohon menanggapi bahwa seharusnya bukan merupakan kompetensi lembaga praperadilan. Dalam tanggapan lainnya, termohon juga menyampaikan dalilnya bahwa objek yang dapat dimohonkan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No. 21/PUU-XII/2014 Jo. Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jatim l, P. M. John L. Hutagaol saat ditemui usai persidangan menuturkan, kehadirannya ke PN Surabaya memberikan dukungan kepada tim advokasi Dirjen Pajak pusat yang sedang berproses persidangan. "Tentunya kita tahu bahwa pemeriksaan bukti permulaan ini masih tahapan Lidik (penyelidikan). Seharusnya tidak untuk dimohonkan praper(adilan). Jika dipraper itu di tingkat penyidikan. Tentunya kehadiran saya sebagai pimpinan di DJP Jatim l untuk memantau persidangan hasil persidangan. Tentunya ini akan kami laporkan ke pimpinan pusat apapun hasilnya. Dan juga sebagai catatan buat kami," tuturnya, Kamis (9/6). Sementara itu, salah satu anggota tim advokasi kantor pusat DJP, Aswin Heru Wiharto menjelaskan, tahap masih dalam tahap penyelidikan. Objeknya bukan ranah praperadilan. "Karena objek praperadilan itu menguji upaya paksa setelah di tahap penyidikan. Seperti sah dan tidaknya tersangka, penggeledahan dan penyitaan serta ada upaya paksanya. Itu memang berkaitan merenggut hak asasi manusia. Dan itu ranah penyidikan," jelasnya. Menurut Aswin, berdasarkan pasal 43 a Undang-undang perpajakan, kedudukan pemeriksaan bukti permulaan sama juga dengan tingkat penyelidikan. "Jadi bukan masuk pada objek praperadilan," ujarnya. Saat ditanya pemeriksaan bukti permulaan merupakan indikasi adanya dugaan tindak pidana penggelapan pajak, Aswin menerangkan, pemeriksaan tersebut untuk menentukan adanya tindak pidana. "Pastinya ada indikasi ke sana. Namun kita masih dalam tahap penyelidikan dan penggalian. Karena tujuan pemeriksaan bukti permulaan ini untuk menentukan adanya indikasi terjadinya tindak pidana. Maka ini terlalu dini wajib pajak mengajukan permohonan praperadilan," terangnya. Sedangkan, Moch Assegaf, kuasa hukum pemohon saat dikonfirmasi mengatakan berdasarkan permintaan kliennya perkara tersebut tidak diberitakan. "Mohon maaf ya Mas, atas permintaan klien saya gak mau perkara ini jadi berita," singkatnya.(jak)

Sumber: