Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Siasat Ken Arok (4)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Siasat Ken Arok (4)

Dengan kehadirannya sebagai seorang perwira yang berpangkat cukup tinggi, Toh Kuning tidak mendapatkan kesulitan untuk menemui Ken Arok dalam lingkungan istana Tumapel. Sekalipun terkejut dengan kedatangan Toh Kuning yang menemuinya di halaman belakang ketika ia masih membelah kayu bakar, Ken Arok dapat menduga arah kedatangan saudara seperguruannya itu. “Aku ingin bicara denganmu malam ini di penginapan sebelah barat alun-alun,” lirih Toh Kuning berkata. “Baik, aku segera ke tempat itu jika tugas-tugasku selesai,” sahut Ken Arok sambil menyeka keringat yang mengalir dari sela-sela rambut panjangnya. Percakapan yang singkat membuat pertemuan itu memunculkan dugaan-dugaan baru. Hal itu dirasakan oleh keduanya. Ken Arok adalah orang yang berpikiran tajam maka ia dapat menduga apabila Toh Kuning tentu telah mengetahui peristiwa yang tersembunyi dari permukaan. Untuk kemudian, Toh Kuning menghabiskan waktu di Tumapel dengan melakukan ronda bersama lima orang prajurit setempat. Namun ia lebih banyak diam dan melakukan pengamatan yang teliti. Ia tidak menggali bahan penyelidikan dari para prajurit yang menyertainya, bahkan ia cenderung memancing mereka untuk berkata tentang Tumapel secara keseluruhan. Maka sikap Toh Kuning itu mengherankan para prajurit Tumapel. Mereka dapat menilai jika Toh Kuning adalah perwira yang mempunyai perbedaan dengan kebanyakan perwira yang berkunjung ke Tumapel. Toh Kuning meminta para prajurit untuk melanglang ke daerah-daerah yang jarang dikunjungi peronda. Perjalanan itu akhirnya membawa Toh Kuning dalam sebuah pemikiran yang akan mempengaruhi keputusan-keputusannya di kemudian hari. Seperti yang telah mereka sepakati sebelumnya, Ken Arok datang menemui Toh Kuning dengan izin khusus dari Akuwu yang mengetahui hubungan dekat di antara mereka. Toh Kuning menatap tajam Ken Arok lalu berkata, ”Tentu kau sudah membuat rencana dan perhitungan matang jika sengaja menggoyang kekuasaan Tunggul Ametung.” Ken Arok terkesiap dengan ucapan Toh Kuning. Untuk sesaat jantungnya serasa berhenti berdetak dan darahnya berhenti mengalir. Wajahnya pucat dan tidak dapat disembunyikan dari mata tajam Toh Kuning. “Aku telah mendapat laporan tentang pertemuan yang kau lakukan kemarin malam di pedukuhan,” berkata Toh Kuning lalu ia menarik napas dalam-dalam. Ia berkata lagi, ”Aku masih melakukan penyelidikan dan akan mencari kebenaran itu, Ken Arok. Untuk itulah kita bertemu di tempat ini dan melupakan apa yang pernah kita alami bersama.” Ken Arok tidak membantah ucapan Toh Kuning. Ia mengetahui sahabatnya itu adalah prajurit terbaik Kediri. Katanya, “Kita mempunyai banyak waktu untuk membahas berita yang kau dengarkan dan laporan yang kau perhatikan.” “Dan aku tidak peduli pada seorang yang bernama Ki Arumpaka serta kelompoknya.” Kembali Ken Arok terkejut bukan kepalang. Lal berujar, ”Kau benar-benar sengaja datang karena secuil keterangan.” Toh Kuning tersenyum. ”Kau tidak perlu khawatir tentang hal ini, Ken Arok. Aku tidak akan gegabah menangkapmu karena aku sangat membenci diriku sendiri jika ternyata kau adalah orang yang harus aku kejar.” Lalu ia meminta Ken Arok mengungkapkan landasan pemikiran yang membuatnya harus merancang peristiwa Bukit Katu dan pembunuhan seorang empu. “Toh Kuning,” kata Ken Arok kemudian, “kau tentu ingat jika guru pernah berkata tentang kesetiaan dan pemberontakan. Meskipun guru tidak pernah terlibat dalam pemberontakan, namun guru sendiri tidak bersinggungan dengan pemerintahan. Ya, tentu saja guru mempunyai alasan kuat dengan keputusan itu.” “Guru mempunyai garis pemisah antara keyakinan dan keraguan. Guru tahu kapan ia harus menempatkan diri secara tepat.” Toh Kuning menopang dagunya. “Ya, dan kau bukan guru,” tukas Ken Arok. “Aku memang bukan gurumu, Ken Arok. Tetapi aku adalah orang yang dapat menghentikanmu,” sahut Toh Kuning sambil menekan permukaan meja. Jari Toh Kuning terbenam agak dalam pada permukaan meja. “Toh Kuning, aku telah lama mengenalmu lebih baik dari dirimu sendiri. Kau selalu dihantui kebimbangan untuk melakukan perbuatan yang menyangkut hidup banyak orang. Dan selalu saja kau mendapat alasan-alasan yang menjadi pembenaran keputusanmu,” berkata Ken Arok. “Merampas dan menolong adalah dua perbuatan yang berbeda sifat. Ken Arok, kita merampas dari orang-orang kaya lalu membenarkan itu karena kita gunakan untuk menolong orang miskin. Sementara orang-orang kaya itu selalu mengalami derita setiap kali kita berhasil merampas hartanya.” “Lalu kau sekarang menjadi pembela orang kaya? Seperti itukah Toh Kuning?” potong Ken Arok. “Bukankah kau pernah mengatakan bahwa derita orang kaya akan membawa bahagia bagi orang miskin, Ken Arok? Lalu dewa mana yang memberi penjelasan seperti itu? Sementara guru tidak pernah mengajarkan pada kita bahwa bahagia adalah apabila kita berhasil meraih apa yang menjadi harapan. “Ken Arok, guru berharap agar kita selalu berada di atas kebaikan dan keadilan. Kita berdua adalah orang yang diharapkan guru untuk menggunakan sudut kemanusiaan apabila mengambil keputusan. Sehingga, oh,  kau tentu telah meninggalkan pesan guru ketika membantai para prajurit dan membunuh pembuat keris.” “Apakah kau tahu apa yang kau katakan?” bertanya Ken Arok mendengus marah. “Yang tidak aku ketahui adalah isi pikiranmu sekarang ini!” jawab Toh Kuning dengan nada tinggi. (bersambung)      

Sumber: