Butuh Miliaran Untuk Jadi Cawali Independen

Butuh Miliaran Untuk Jadi Cawali Independen

SURABAYA - Politik transaksional tampaknya sudah mengakar kuat di masyarakat. Ini menyulitkan calon wali kota jalur independen yang berupaya mengumpulkan dukungan dari masyarakat sebagaimana yang disyaratkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena ketika mereka minta dukungan pengumpulan foto copi KTP malah ditodong, wani piro? Agar bisa lolos  sebagai cawali dan cawawali pada Pilwali  Surabaya yang digelar 24 September 2020, calon independen harus mengantongi dukungan   138.565 KTP. Untuk mendapatkan dukungan 6,5 persen  dari DPT Pemilu terakhir, tentu perlu usaha keras. Sebab, tidak semua masyarakat mau menyerahkan dukungannya secara gratis. Bahkan, ada masyarakat yang berterus terang siap memberikan KTP sebagai bentuk dukungan kepada calon independen dengan imbalan rupiah. Kondisi ini tentu membuat calon independen pusing tujuh keliling karena harus menyiapkan uang cukup banyak. Katakan harus mengeluarkan Rp 10 hingga Rp 20 ribu per KTP, maka  calon independen harus menyiapkan uang  sekitar Rp 1,3 miliar atau Rp 1.385.650.000 hingga  Rp 2,7 miliar atau tepatnya Rp 2.771.300.000. Namun, ada juga warga dengan suka rela memberikan dukungan kepada calon independen jika dirasakan cocok dengan aspirasinya. Tentu tak banyak uang yang dikeluarkan oleh  calon independen. Hal ini membuat HM Cheng Hoo Djadi Galajapo harus memutar haluan. Lelaki yang berprofesi sebagai  seniman ini pada awalnya maju cawali dalam Pilwali Surabaya 2020 ini lewat jalur independen.  Bahkan, Djadi sudah mendeklarasikan diri pada akhir Agustus lalu. Namun kini dia memilih untuk lewat jalur partai politik. Alasannya, untuk mengumpulkan 138 ribu KTP yang terverifikasi itu dirasakan sangat berat. Apalagi ketika  pengumpulan KTP di tingkat bawah, ternyata ada traksaksional. Selain memberatkan dari sisi logistik, juga memberatkan ketika diverifikasi dan ketahuan oleh KPU.“Jadi ketika kita mengumpulkan KTP dukungan, muncul wani piro (berani berapa, red). Dan mereka  menyebut nominalnya satu KTP minta Rp 10 ribu. Dan saya tahu, KTP yang disiapkan itu bukan untuk program kami, tapi untuk pileg dan capres kemarin. Ini bahaya,”ungkap dia. Kini Djadi lebih memilih jalur parpol. Dan, ia sudah mendaftarkan diri ke beberapa parpol yang membuka pendaftaran bacawali dan bacawawali yaitu Partai NasDem, PSI, Gerindra, dan berencana mendaftar ke Partai Demokrat. “Partai yang kami tuju ini kan tak bisa sendirian karena kursi di DPRD Surabaya itu kurang,” kata Djadi yang maju bersama cawali Agus Setiawan Ari Widayanto atau Gus Wan. Djadi memandang maju lewat parpol lebih efektif dan lebih murah  dibandingkan lewat jalur independen. Sebab, ketika dia mendaftar di beberapa parpol ternyata tidak bicara logistik. “Jika lewat independen, persoalan logistik membayangi dan parpol tidak memakai mahar,” kata dia. Kejadian serupa juga dialami calon independen lainnya, Samuel Teguh Santoso. Meski sudah mengumpulkan sekitar 80.000 KTP, namun ketua DPD Partai Perindo Surabaya yang memilih jalur independen itu juga ditodong 'wani piro' ketika mengumpulkan KTP dari warga.  “Banyak kendala yang ditemukan di lapangan. Konstelasi politik di Surabaya memang berbeda. Saya memang bisa diterima oleh masyarakat, namun untuk menyerahkan dukungan, masyarakat masih ragu. Apalagi masyarakat dengan terang-terangan menawarkan wani piro. Ya, sepertinya ada yang memprovokasi,"ungkap dia. Menurut Cak Sam, panggilan Samuel Teguh Santoso, ini pelajaran berharga bagi para calon independen. Wakti satu tahun, tidak cukup untuk mengumpulkan dukungan KTP masyarakat."Calon independen ini sebenarnya kan pro rakyat. Seharusnya mendapat dukungan karena ketika jadi wali kota tidak ada beban mengembalikan biaya politik.Sehingga bisa fokus menyejahterakan rakyat," ungkap dia. Sementara itu Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya Muhammad Khalid ketika dikonfirmasi soal adanya praktik transaksional dalam pengumpulan KTP dukungan yang dikeluhkan oleh calon independen, dia mengaku kurang tahu.“Untuk kesehatan demokrasi ya semoga tidak ada seperti itu,” tegas. Dia menambahkan, ketika cawali atau cawawali jalur independen itu mendaftarkan diri ke KPU pada 11 Desember  2019 hingga 5 Maret 2020, maka harus membawa surat dukungan yang ditempeli dengan foto copi  KTP. “Jadi surat dukungan itu tidak memakai materai,” kata dia. Setelah dinyatakan lolos verifikasi secara administrasi dan faktual, kata dia, maka akan bareng-bareng mencalonkan bersama calon dari partai. “Memang untuk jalur perseorangan ini  syaratnya memang panjang,” tegas.(udi/dhi)

Sumber: