Dituntut 7,5 Tahun, Pengacara Ketua FKPQ Beberkan 16 Dalil Pembelaan

Dituntut 7,5 Tahun, Pengacara Ketua FKPQ Beberkan 16 Dalil Pembelaan

Surabaya, memorandum.co.id - Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Shodikin kembali berlanjut. Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dan bantuan Covid-19 ke 973 TPQ di Bojonegoro menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh pengacaranya, Pinto Utomo,  Selasa (19/4/2022). Dalam sidang yang digelar di ruang di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya itu, Pinto membeberkan 16 dalil pokok pembelaannya di hadapan majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marindra Prahandif. Dari ke 16 dalil tersebut, Pinto menyebutkan dari keterangan saksi-saksi tersebut tidak didukung oleh alat bukti lainnya. Selain itu, beberapa saksi mengaku mendapat intimidasi dan tekanan saat di periksa oleh jaksa penyidik. “Mengingat saksi-saksi terpaksa memberikan keterangan karena mendapatkan intimidasi dan ancaman dari jaksa penyidik. Saat diperiksa, para saksi mengaku juga diarahkan dengan cara menyodorkan surat pernyataan yang formatnya dibuat oleh jaksa penyidik. Apabila tidak bersedia menuruti perintah (tanda tangan BAP) tersebut, maka tidak diperbolehkan pulang,” beber Pinto Utomo, Selasa (19/4). Diterangkan Pinto, bahwa proses penyidikan yang dilakukan penyidik dengan cara tersebut, tidaklah mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti yang sah. Karena cara-cara tersebut dinilai melawan hukum. “Menurut pendapat ahli pidana Sholehuddin di persidangan, apabila penyidik melakukan pemeriksaan di luar jam kerja dan bahkan sampai dengan dini hari, maka tindakan yang demikian telah melanggar norma etis yang ada di dalam hukum acara pidana. Dan ini tidak mencerminkan penegakan hukum yang bermartabat,” terangnya. Lebih lanjut Pinto menjelaskan perolehan alat bukti yang dinilai bertentangan dengan norma hukum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 117 ayat (1) KUHAP Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a dan c UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Jo. Pasal 5 huruf g Jo. Pasal 7 ayat (1) huruf f dan huruf g Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. Per-014/A/Ja/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa. “Bahwa dengan demikian diperoleh fakta-fakta hukum bahwa tidak ada satupun saksi yang menerangkan bahwa pernah menyerahkan uang yang diambil dari dana BOP Covid-19 kepada terdakwa,” jelasnya. Pinto juga mengatakan bukti surat berupa laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana penyaluran BOP Covid-19, tidak pernah diperlihatkan atau diajukan dalam persidangan. “Mengingat hanya alat bukti yang diajukan di persidangan saja yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah,” katanya. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Pinto memohon kepada majelis hakim menyatakan kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum dalam dakwaan penuntut umum. “Membebaskan terdakwa Shodikin dari dakwaan jaksa penuntut umum (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlaag van alle rechsvervoelging),” ujarnya. Selain itu, Pinto juga memohon kepada majelis hakim untuk mengeluarkan kliennya dari tahanan. “Memulihkan harkat dan martabat serta merehabilitasi nama baik terdakwa Shodikin,” ucapnya. Terhadap pembelaan pengacara terdakwa, JPU Marindra Prahandif menanggapinya dengan menolak seluruh dalil pembelaan. “Tetap pada tuntutan yang mulia,” kata JPU. Sedangkan Pinto menanggapi replik JPU dengan mengatakan pihaknya tidak berubah seperti dalam pembelaannya. “tetpa pada pembelaan,” tegasya.(jak)

Sumber: