Diperkenalkan Sensasi Arisan G, 3 S0ome, dan Swienge3r

Diperkenalkan Sensasi Arisan G, 3 S0ome, dan Swienge3r

  Jujur, Wati terobsesi kejadian bersama Eli malam itu. Ingin mengulangi tapi tidak tahu bagaimana caranya. Apalagi, merengek kepada Eli. Tidak mungkin. Beruntung, lambat laun obsesi itu sirna dengan sendirinya.   Tiba-tiba handphone Wati berdering. Dari Eli, “Bisa kita melanjutkan pembicaraan kita yang tertunda?”   Hati Wati deg-degan. Eli mengatakan ingin melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda. Jadi, piker Wati, rupanya Eli masih ingin menarik dananya. Wah, bisa kacau ini. Sebab, kejadian malam itu dianggap Wati sebagai pertanda bahwa Eli tidak lagi akan menarik danaya. Itu sangat diyakininya, bahkan Wati sudah menyampaikan keyakinan tersebut kepada atasan. Kalau akhirnya berubah begini? Apa yang harus dia lakukan?   “Halo,” desak Eli.   “Ya. Kapan? Di mana?” jawab Wati sekenanya.   “Nanti sore kujemput kau di kantormu. Tunggu kontakku.”   Tepat pukul 16.30, jam kerja Wati berakhir. Tak lama kemudian handphone-nya berdering, “Keluar saja. Santai. Tunggu di trotoar bawah iklan property. Aku akan nyamperin kamu begitu kamu sampai di tempat.” Wati berjalan keluar kantor. Begitu menginjak trotoar, dia belok kanan menuju titik iklan property ternama. Tanpa menunggu lama, begitu Wati hendak berteduh di bawah bayang-bayang papan iklan, mobil Eli menepi.   “Silakan masuk,” kata Eli sambil membukakan pintu.   Mobil langsung melesat keluar kota. Berputar di Bundaran Waru, terus bablas masuk tol jurusan Mojokerto. Tapi tak lama. Hanya sekitar 10-15 menit, mobil exit di tol Krian dan meluncur deras ke arah Mojosari, terus ke Pacet. Mobil berhenti di depan sebuah vila pada jalan menanjak menuju kolam air panas Padusan.   “Katanya kita melanjutkan pembicaraan yang tertunda? Kok jauh-jauh ke sini?” Wati memberanikan diri bertanya.   “Pembicaraan bukan hanya lewat kata-kata. Kita bisa menggunakan bahasa tubuh,” kata Eli sambil memberi isyarat agar Wati mengikuti langkahnya.   “Kalau pembicaraan ini bisa menyelesaikan masalah, mengapa kita repot-repot berdiskusi panjang lebar?”   Singkat kata, terulangkah kejadian malam itu. Bedanya, kalau malam itu terkesan sepihak karena Wati belum menyadari apa yang akan terjadi, kali ini kejadiannya saling disadari dan saling diinginkan. Hanya, Wati masih malu-malu tapi mau. Seiring waktu, Wati berkegantungan terhadap Eli. Selain pasokan uang yang mengalir deras, Wati ingin mengulang dan mengulang kenikmatan yang diberikan Eli. Tidak hanya itu, Wati juga diperkenalkan kehidupan menyimpang yang dianut Eli. Seks bebas. Wati dicatatkan sebagai anggota arisan gigolo dan angsuran dananya ditanggung Eli. Diperkenalkan pula threesome, swinger, dll dsb dst. Intinya, Wati makin dalam terpesorok ke lubang hitam LGBT plus-plus. Sampai akhirnya hal itu tercium suaminya. Terjadi perang dingin. Perang terbuka. Retak-retak perpecahan. (bersambung)  

Sumber: