Program KB di Surabaya Tak Capai Target, Dewan: Potensi Baby Boom dan Stunting Meningkat

Program KB di Surabaya Tak Capai Target, Dewan: Potensi Baby Boom dan Stunting Meningkat

Surabaya, memorandum.co.id - Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Surabaya 2021, kegiatan pelayanan keluarga berencana (KB) diketahui tidak mencapai target. Dengan adanya penurunan yang signifikan jumlah partisipasi peserta KB ini, Ketua Fraksi PSI DPRD Surabaya Tjutjuk Supariono menilai dapat berdampak pada potensi baby boom atau ledakan kelahiran. "Baby boom ini nantinya dapat menimbulkan permasalahan lain, seperti peningkatan angka stunting hingga kenaikan angka aborsi," ujarnya, Rabu (13/4/2022). Tjutjuk mengungkapkan, jumlah akseptor KB yang mendapatkan pelayanan KB di tahun 2021 hanya 114 orang. Padahal, data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemprov Jatim mencatat, Surabaya paling banyak jumlah peserta KB aktif yakni, mencapai 80,10 persen (395.540 PUS) dari sebanyak 493.808 Pasangan Usia Subur (PUS). "Berarti kegiatan pelayanan KB tidak mencapai target. Bahkan, terdapat kegiatan di tahun sebelumnya yang realisasinya lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2021," urai anggota Komisi D ini. Lebih lanjut, Tjutjuk membeberkan, persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmeet need) di tahun 2021 menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 18,67 persen. Mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 17,63 persen. "Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi di masyarakat. Selain itu, persentase peserta KB baru pun tidak mencapai target, di mana hanya 63,62 persen yang dapat terealisasi di tahun 2021," ungkapnya. Karenanya Tjutjuk merasa cemas dengan penurunan jumlah partisipasi peserta KB. Sebab, dapat berdampak pada potensi baby boom yang dapat menimbulkan permasalahan lain, seperti peningkatan angka stunting hingga kenaikan angka aborsi. Politisi PSI tersebut juga menilai bahwa pandemi Covid-19 mengakibatkan banyaknya para akseptor KB merasa takut untuk mengakses pelayanan KB di faskes. “Selain karena masyarakat yang takut untuk mendatangi faskes, penurunan aktivitas kegiatan program KB juga terjadi di lapangan. Namun, yang saya sayangkan adalah banyak di antara pelayanan KB yang realisasinya di tahun 2021 lebih rendah dibandingkan tahun 2020," tandasnya. Menurut Tjutjuk apabila alasannya pandemi tidak relevan. Sebab, pada 2020 pandemi Covid-19 sudah terjadi. Di samping itu, Kementerian Kesehatan bersama dengan BKKBN telah mengeluarkan kebijakan terkait pelayanan KB dalam situasi Pandemi Covid-19. Berangkat dari sini, Tjutjuk mendorong para Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan kader dapat menggalakkan pelayanan KB, terutama bagi akseptor KB yang tidak bisa kontrol ke petugas kesehatan. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta pelaksanaan konseling terkait KB diminta agar dapat dilakukan via online atau telepon. Tidak hanya itu, hotline KB juga harus dibentuk untuk memudahkan masyarakat mendapatkan akses informasi tentang pelayanan KB. "Jika hal ini dilakukan, target Pemkot terkait zero stunting dapat segera tercapai, dan potensi baby boom bisa terhindarkan," tuntasnya. (bin)

Sumber: