Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (10)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (10)

Sekejap kemudian lontaran anak panah datang bertubi-tubi dari sekeliling rombongan dan menjatuhkan beberapa pengawal Mahendra. Sementara dari kedua sisi tikungan, orang-orang Ki Ranu Welang berloncatan menerjang rombongan saudagar itu. Dalam waktu singkat terjadi hiruk-pikuk yang semakin lama semakin riuh. Teriakan yang saling membentak di antara kedua kelompok itu semakin rapat bersahutan. Sejalan dengan suara-suara gaduh yang memenuhi udara, ketegangan semakin memuncak ketika pukulan dan tendangan mulai menyentuh tubuh setiap orang. Para pengikut Mahendra melakukan perlawanan sangat ketat. Bagi mereka, harta benda dan barang dagangan para saudagar memiliki nilai yang lebih mahal daripada nyawa mereka sendiri. Kepercayaan adalah pegangan hidup tertinggi. Andaikata mereka ingin, satu-dua perhiasan atau segantang bahan pokok dapat mereka selipkan di balik baju mereka. Tetapi mereka adalah orang yang dikirim oleh ratu langit, demikian Mahendara menyebut anak buahnya. Dengan nilai jiwani tinggi yang diajarkan oleh Mahendara, semangat tempur anak buanya selalu berada di lapisan puncak. Mereka belum pernah merasa gentar dan surut meski berhadapan dengan jumlah perampok lebih banyak dan lebih lengkap persenjataannya. Pengikut Ki Ranu Welang harus berjuang lebih keras meskipun mereka telah membunuh beberapa orang dengan lontaran panah, tetapi lawan mereka adalah orang yang menguasai olah gerak dengan sangat baik. Lawan mereka juga orang yang terlatih seperti halnya para prajurit Kediri. Seorang pemimpin kelompok Mahendra, yang berkalung rantai besi berukuran kelingking, tampak berusaha untuk memperlambat serangan pengikut Ki Ranu Welang yang menggunakan tombak dengan ayunan, tebasan dan kadang-kadang mematuk seperti ular. Ia kemudian menarik perhatian empat pengikut Ki Ranu Welang untuk datang mengeroyoknya. Maka dengan begitu, para penyamun ini mengalami kesulitan berat dan terdesak hebat. Mendadak dua bayangan memecah kepungan itu. Ken Arok secara cepat memasuki lingkar perkelahian dengan dua kaki yang berputar-putar seperti angin topan. Ia segera mengikat pemimpin kelompok Mahendra sebagai lawannya, sementara Ki Ranu Welang berloncatan seperti burung elang membongkar setiap kepungan dan membuat kekacauan pada gelar-gelar kecil yang dijalankan pengawal Mahendra. Tetapi para pengawal Mahendra tidak segera berpencaran mundur seperti anak ayam kabur kanginan, memang sesekali mereka mundur,  namun kemudian mencoba maju dua langkah. Mereka dengan sabar menunggu kelengahan Ki Ranu Welang sehingga setiap ia menyerang lingkaran yang lain, maka dengan sigap mereka memburunya lalu menutup ruang geraknya. Sesekali mereka mengepung rapat Ki Ranu Welang namun kemudian mereka meninggalkan seolah memberi jalan untuk bebas. Lalu ketika Ki Ranu Welang  akan bergerak melakukan serangan, tiba-tiba mereka kembali menutup geraknya dengan kepungan yang sangat rapat. Serangan yang dilakukan oleh para pengawal Mahendra, yang sebenarnya adalah orang-orang padepokan, memang tidak begitu berbahaya untuk melawan orang setingkat Ki Ranu Welang. Seringkali Ki Ranu Welang dapat melepaskan diri dari serangan-serangan itu meski terkurung dalam kepungan yang rapat. Tetapi siasat seperti itu setidaknya mampu mengurangi bencana yang ditebar oleh Ki Ranu Welang. Keadaan itu tidak berlangsung lama. Keuletan dan keteguhan pengikut Mahendara mengetrapkan siasat telah menjadi pembeda. (bersambung)    

Sumber: