Terpaksa Berpisah Jauh demi Mengabadikan Kemurnian Cinta

Terpaksa Berpisah Jauh demi Mengabadikan Kemurnian Cinta

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Yeti duduk santai di kafe kecil sudut lobi Bandara Silangit. Dia merasa Grab yang membawanya dari hotel tadi tidak berjalan di daratan, melainkan dilempar seperti kerikil gunung. Yeti menikmati kesendiriannya. Menganyam satu per satu penggalan perjalanan sejarah bersama Aik. Dia tidak pernah mengira sejarah mereka akan berakhir tragis seperti ini. Berakhir dengan perpisahan tanpa kata. Segelas kopi lintong dicecapnya sebelum diseruput seujung lidah. Sebatang rokok yang selama ini selalu menemani membunuh sepi dibiarkan tergerus api hingga pangkal filter. Lalu sisanya dibuang ke tempat sampah katup. “Kak Yeti?” tiba-tiba sebuah suara menyapa. Yeti menolah. Dia mengawasi sejenak, namun merasa tidak mengenal penyapanya itu. “Kenalkan Kak, namaku (sebut saja, red) Karlina. Aku sepupu Kak Aik,” kata gadis yang menyapa Yeti tadi. Mendengar nama Aik disebut, Yeti terkejut. Namun setelah berhasil menguasai diri, dia mempersilakan Lina duduk di kursi di depannya. “Mungkin Kak Yeti salah sangka. Pengantin perempuan yang Kakak salami tadi bukan Kak Aik. Dia kakak sulung saya. Usianya memang sebaya dengan Kak Aik dan wajahnya agak mirip,” kata Lina. Yeti diam. Tak tahu harus berkata apa. Selanjutnya Lina mengaku bahwa Aik sudah menceritakan persahabatannya vs Yeti. Kepada Lina dan kakaknya. Sebab, Aik yakin Yeti akan melacak keberadaannya sampai ke Samosir. Dua minggu yang lalu, kata Lina, Aik sempat singgah ke rumahnya di Silalahi. Dia bersama ayah dan ibunya yang juga pakde dan bude Lina. “Mereka berpamitan hendak pindah ke Belanda. Kak Aik titip minta maaf kepada Kak Yeti karena selama ini menyembunyikan rencana kepindahan ini,” kata Lina. “Apakah Aik menitipkan surat?” “Tidak.” “Meninggalkan nomor telepon?” “Juga tidak,” tutur Lina lirih, “Kak Aik mengatakan ingin mengubur dalam-dalam sejarahnya dengan Mbak Yeti.” “Mengapa?” sela Yeti. Ada gurat kekecewaan di wajahnya. “Kak Aik hanya titip satu pertanyaan, ‘Apakah Kak Yeti benar-benar mencintai Kak Aik?’,” tanya Lina perlahan. Digenggamnya tangan Yeti. “Sampaikan kepadanya, aku sangat mencintai dia di atas cintaku kepada siapa pun.” “Kak Aik mengatakan juga sangat mencintai Kak Yeti. Justru karena itulah dia terpaksa pindah.” Pembicaraan mereka terputus panggilan untuk penumpang jurusan Surabaya agar segera boarding pass. “Tolong dimuat di koran ya Om. Nama saya dan nama dia jangan disamarkan,” pinta Yeti, tapi sayang tidak bisa dikabulkan. Yang jelas, nama-nama mereka teramat sangat mirip sekali dengan nama aslinya. (habis)

Sumber: