Gubernur Khofifah Tegaskan Komitmen Jatim Turut Wujudkan Kedaulatan Pangan Nasional
Tuban, memorandum.co.id - Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus berkomitmen turut mewujudkan kedaulatan pangan nasional melalui pemanfaatan agriculture technology (agritech) dan hilirisasi produk pertanian. Hal ini mengingat potensi produk pertanian di Jatim sangat besar ditambah Jatim merupakan produsen padi terbesar di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat acara Panen Raya Padi dan Deklarasi Pelantikan Petani Millenial Ronggolawe di Desa Bandungrejo, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Selasa (1/2). Khofifah mengatakan, tahun 2021, Jawa Timur masih menjadi provinsi penyumbang terbesar sebagai lumbung pangan nasional. Berdasarkan Angka Sementara produksi padi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Jatim kembali menduduki peringat pertama penghasil padi terbesar di Indonesia dengan total 9.91 juta ton GKG (Gabah Kering Giling). Pada tahun 2020, Jatim juga menduduki peringat pertama penghasil padi terbesar di Indonesia dengan total 9.94 juta ton GKG dari luas panen sebesar 1.75 juta Ha. Berdasarkan data tersebut, Jatim masih mempertahankan posisinya sebagai produsen padi terbesar di Indonesia, disusul provinsi lain di Indonesia yaitu Jawa Tengah dengan produksi sebesar 9,8 juta ton GKG, Jawa Barat dengan produksi sebesar 9,4 juta ton GKG, Sulawesi Selatan dengan produksi sebesar 5,2 juta ton GKG, Sumatera Selatan dengan produksi sebesar 2,5 juta ton GKG. Namun yang menjadi persoalan, lanjutnya, produksi padi di Jatim sebagian besar masih menjadi beras medium, belum premium. Hal ini karena kandungan air dalam beras yang masih tinggi. Selain itu, masih banyak gapoktan yang belum memiliki dryer. Untuk itu, ia meminta gapoktan yang belum memiliki dryer dan Rice Milling Unit (RMU) untuk dapat berkomunikasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim. “Ketika kandungan air tinggi kemudian dia diproses menggunakan penggilingan biasa maka berasnya remuk. Jadi kita butuh dryer dan RMU untuk jadi beras premium. Saya pikir kalau dari beras medium ke premium ini bisa kita maksimalkan maka tetesan kesejahteraan untuk para petani relatif sudah akan bisa tercapai,” katanya. Selain meningkatkan kualitas produk pertanian yakni dari beras medium ke premium, Khofifah menambahkan, salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah soal hilirisasi produk pertanian, mengingat UMKM adalah backbone ekonomi Jatim. Untuk itu, bagi pelaku UMKM terutama dari sektor pertanian untuk terus melakukan transformasi digital. “Apalagi Jack Ma, founder Alibaba, menyatakan bahwa pada tahun 2030 UMKM di dunia 99% will be online, 85% will be e-commerce. Artinya transformasi digital Itu adalah sebuah kebutuhan sebuah keniscayaan,” ungkapnya. Terkait standardisasi kehalalan suatu produk makanan dan minuman, Khofifah mengatakan bahwa hal tersebut membutuhkan serangkaian proses pengecekan di laboratorium. Namun, tahun ini pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menargetkan 10 juta item atau produk tersertifikasi halal. Pemprov Jatim, lanjutnya, terus mendorong berbagai upaya penguatan, pendampingan dan pemberdayaan kepada UMKM yang produknya berbasis dari hasil pertanian dan perikanan. Kedua sektor ini terbukti tidak terkontraksi saat pandemi covid-19. Pemprov Jatim juga terus mendorong akselerasi peningkatan produksi sektor pertanian dan perikanan dari hulu hingga hilir. Salah satunya melalui diversifikasi dan memberikan nilai tambah pada produksi pertanian dan perikanan. Untuk itu, dalam proses ini tidak hanya petik, olah, kemas dan jual, namun yang harus diperhatikan adalah proses tanamnya serta pasca panennya. “Pada proses seperti ini nilai tambah itu biasanya kalau kita lihat pasca panen itu ya diolah dan dikemas. Jadi pengolahan dan pengemasan harus menjadi satu kesatuan. Tadi saya sampaikan bahwa setelah diolah dan dikemas itu tidak cukup tapi harus distandardisasi kualitasnya agar pasarnya kuat dan besar” terangnya. Pada kesempatan yang sama, Khofifah juga mengapresiasi keberadaan Komunitas Petani Milenial Ronggolawe Tuban yang dibentuk sebagai wadah untuk bertukar pikiran, mengembangkan serta memupuk semangat petani muda dalam membangun kedaulatan pangan. Menurutnya Komunitas petani millenial ini menjadi bagian dari pembangunan pertanian di Jatim. Dengan adanya komunitas petani milenial ini, dirinya berharap pembangunan pertanian di Jatim, dan Tuban khususnya dapat meningkat pesat baik dari segi produksi maupun segi hilirisasi. “Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, kita diminta untuk menyiapkan generasi muda menghadapi era Revolusi Industri 4.0 dan era society 5.0, salah satunya di sektor pertanian. Para petani milenial ini juga yang akan menjadi tonggak regenerasi petani Indonesia. Menjadi andalan menuju pertanian yang maju, mandiri, dan modern,” katanya. Sementara itu, Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky mengatakan, pada Bulan Januari ini Pemkab Tuban terus melakukan update data berkaitan beberapa hal di bidang pertanian. Salah satunya terkait data luasan lahan pertanian. Hal ini dikarenakan yang menjadi persoalan mendasar petani salah satunya adalah masalah pupuk. “Sehingga dengan melakukan update kedepannya kita akan mendapatkan komposisi pupuk yang lebih tepat dan harapan saya teman-teman petani milenial jangan hanya sekedar tulisannya milenial tetapi harapan saya inovasi dan kreativitas ini juga akan bersama-sama,” katanya. “Tentunya kami berharap para petani milenial Ronggolawe ini memunculkan inovasi penggunaan pupuk dari organik yang tidak kalah dalam hal produksinya,” imbuhnya. Usai menyaksikan pengukuhan Petani Millenial Ronggolawe Tuban, Gubernur Khofifah bersama Bupati dan Forkopimda Tuban melakukan panen raya padi di area persawahan sekitar. Tidak hanya itu, ia turut menyapa langsung para petani yang sedang melakukan panen, sekaligus menyerahkan bantuan berupa sembako. (*/gus)
Sumber: