Penyelesaian Kekeluargaan Kasus Bayi Tersiram Air Panas, Praktisi Nilai Cacat Hukum

Penyelesaian Kekeluargaan Kasus Bayi Tersiram Air Panas, Praktisi Nilai Cacat Hukum

Lumajang, memorandum.co.id -Kasus dugaan kekerasan yang dialami oleh bayi berusia 4 bulan  asal Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono masih menjadi perdebatan terkait proses penyelesaian kasus secara kekeluargaan. Dalam keterangannya, Kapolsek Sukodono AKP Edi Santoso mengatakan bahwa kejadian yang menyebabkan luka bakar pada bayi akibat tersiram air panas tersebut adalah faktor ketidaksengajaan. Bahkan berdasarkan hasil interograsi yang dilakukan kepada orang tua korban, tidak menguatkan adanya tanda-tanda mengarah ke tindak pidana. Sehingga permasalahan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak pihak yang bersangkutan dengan membuat cara surat pernyataan. Sebelumnya diberitakan, bayi berusia 4 bulan tersebut mendapat penanganan medis secara intensif di RSUD dr. Haryoto Lumajang karena luka bakar serius di sekitar dada dan perut. Bahkan ada bekas luka di bagian pipi serta bekas gigitan di paha yang meninggalkan bekas lebam. “Factor ketidaksengajaan dari orangtua, sehingga mengakibatkan bayinya terkena tumpahan air panas dari ceret atau alat untuk merebus yang berisi air panas. Karena terkejut ceret yang dibawa itu tumpah dan mengenai anaknya” terang kapolsek Menyikapi hal itu praktisi hukum, Indra Hosy Efendhy,SH,MH mengatakan terkait penyelesaian kasus kelalaian atau ketidak sengajaan orang tua yang menyebabkan bayinya mengalami luka tersebut ditempuh dengan cara membuat surat pernyataan dinilai cacat hukum. Karena kasus yang menimpa bayi tersebut bukanlah delik aduan melainkan delik biasa. Sehingga proses hukum untuk kasus kekerasan atau penganiayaan baik itu karena unsur kelalaian atau ketidaksengajaan terhadap anak tak bisa dihentikan. Dan wajib di proses secara hukum, meski tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan. “ Kalau perlu mendatangkan ahli, lembaga dan lainnya. Karena kasus ini tidak masuk dalam delik aduan. Sementara yang saya ketahui UU tersebut bersifat lex specialis yang penyidiknya juga dari unit PPA.” jelasnya. Hosy menambahkan, ada beberapa contoh kasus yang masuk dalam delik aduan dan prosesnya bisa dihentikan ketika korban mencabut laporannya. Antara lain kasus perzinahan, pencurian atau penggelapan barang di lingkungan keluarga. “Termasuk pidana pencemaran nama baik dan fitnah. Kasus tersebut bisa dihentikan dan pelaku hanya dibebankan wajib lapor” tambahnya Delik aduan lanjut dia, adalah delik yang hanya dapat diproses jika orang yang merasa dirugikan atau korban melaporkannya ke polisi. Sedangkan untuk kasus anak ini masuk delik biasa. “Peraturannya jelas, yakni pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Junto pasal 351 KUHP tentang kekerasan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara,” jelasnya Anak adalah aset bangsa apalagi kasus tersebut dugaan perbuatannya dilakukan oleh orang tua, maka sanksi nya harus bertambah 1/3. Hosy menyayangkan, kasus kelalaian yang dilakukan oleh orang tua sehingga menyebabkan bayinya mengalami luka bakar tersebut luput dari perhatian Lembaga Perlindungan anak yang ada di Lumajang. “ Harusnya kasus ini perlu mendapatkan perhatian dari pusat yakni Kemempppa dan KPAI, sehingga bisa membantu aparat kepolisian yakni dalam hal ini penyidik PPA Lumajang,” pungkasnya. (ani)

Sumber: