Rumah Tangga Modal Cinta (2)
Reporter:
Agus Supriyadi|
Editor:
Agus Supriyadi|
Rabu 05-01-2022,10:10 WIB
Joko Sembung Numpak Becak
![](https://memorandum.co.id/wp-content/uploads/2022/01/SEJUTA-KISAH-5-JANUARI-2022.jpg)
Ridwan anak terakhir. Dia awalnya bertekad ingin menunjukkan harta bukan segala-galanya. Cintalah modal utama rumah tangga.
“Aku pernah djodohkan oleh kakak iparku dengan temannya yang dokter, tapi aku
gak mau. Orangnya kaya
sih kaya, tapi wajahnya
nggak bisa
nggo suguh dayo,” kelakar Ridwan.
Dia juga pernah dijodoh-jodohkan vs anak pemilik pabrik tempatnya bekerja. Soal harta, tak perlulah diragukan. Wajah dan bodinya juga mampu mendatangkan decak kagum setiap lelaki yang melihat.
Cuma sayang, perempuan tersebut tergolong cewek telmi
and telmong. Telat mikir dan telat omong. Daya nalarnya jauh di bawah rata-rata dan bicaranya gagap. “Kadang bahkan lebih menakutkan. Diajak ngomong
ngalor,
jawabane ngidul; diajak ngomong
ngulon,
jawabane ngetan.
Gak gathuk. Kata anak-anak zaman
now, Joko Sembung
numpak becak.
Gak nyambung Cak,” imbuhnya.
Ridwan mengaku sebenarnya banyak yang menaksirnya. Ada yang ngomong terang-terangan, ada yang melalui
mak comblang, ada pula yang via SMS/WA/telepon. Intinya, banyaklah cinta yang dia tolak.
Akhirnya pilihan Ridwan jatuh kepada Inten (samaran), cinta pertamanya sejak kecil. Mereka bertetangga di desa asalnya di Jenangan, Ponorogo. Mereka sempat pisah setelah keluarga Ridwan pindah ke Surabaya.
“Kami bertemu lagi saat aku mengirimkan alat-alat rumah tangga produk pabrik ke desa Inten,” kata Ridwan.
Mereka menikah pada Maret tiga tahun lalu. Resepsi digelar secara sederhana di rumah Inten dengan hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan para tetangga. “Seminggu kemudian Inten
tak boyong ke Surabaya,” kata Ridwan.
Awalnya rumah tangga mereka berjalan harmonis. Rukun dan
guyub. Namun, kondisi itu tidak bisa bertahan lama. Inten tertular gaya hidup kota besar yang konsumtif.
Penghasilan Ridwan, yang memang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil sederhana, menjadi berantakan. Inten yang suka mengoleksi barang-barang kreditan tapi tidak pernah dipakai dikejar banyak pedagang
titil.
Saking banyaknya tanggungan, Ridwan pernah mengajak pindah rumah Inten untuk menghilangkan jejak. “Aku pusing, Pak. Setiap hari rumah selalu didatangi orang nagih utang,” kata Ridwan.
Menurut dia, semua kakaknya sudah dimintai bantuan untuk menutupi utang yang seperti tidak pernah habis walau sudah diangsur. “Kami sampai pindah kos dan kontrakan tiga kali. Aku malu kepada kakak-kakak,” kata Ridwan.
Terakhir Inten diancam. Ridwan tidak akan pulang kalau istrinya itu tidak mau berhenti terlibat utang piutang dengan abang-abang kredit. “Aku sendiri diancam kakak-kakak. Mereka tidak akan mau lagi membantu kalau Inten masih begitu,” katanya. (jos, bersambung)
Sumber: