Nasib Jembatan Bambu, Pengamat Politik: DPRD Surabaya Tak Miliki Itikad Baik

Nasib Jembatan Bambu, Pengamat Politik: DPRD Surabaya Tak Miliki Itikad Baik

Surabaya, memorandum.co.id - Mangkraknya jembatan bambu di kawasan ekowisata Mangrove Wonorejo, hingga kini belum ada tindakan lebih lanjut dari legislatif. Padahal, sebelumnya DPRD Surabaya menegaskan, akan menggelar hearing jembatan bambu senilai Rp 1,1 miliar itu. Namun bagai pungguk merindukan bulan, hearing yang dimaksud tak kunjung terealisasi. Menurut Ketua Komisi B DPRD Surabaya Luthfiyah, yang dilimpahkan kuasa setelah Komisi C menolak hearing, saat ini pihaknya masih perlu untuk melihat kondisi jembatan bambu yang rusak dan mangkrak itu dari dekat. "Mau sidak dulu. Untuk saat ini belum ada waktu, ini masih paripurna. Kalau saya ngomong tidak tahu objeknya, kurang afdol," tuturnya, Minggu (5/12/2021). Sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono menegaskan, hearing terkait mangkraknya jembatan bambu di kawasan ekowisata Mangrove Wonorejo tidak jadi digelar. Dia melimpahkan kasus tersebut ke meja Komisi B DPRD Surabaya. "Pembuatan jembatan bambu tersebut kan dari dinas pertanian, itu kewenangannya di Komisi B. Saya kan sebelumnya pernah di Komisi B waktu itu, jadi domainnya ada di Komisi B," ucap Baktiono belum lama ini. Terpisah, Direktur Eksekutif Parliament Watch Umar Sholahuddin menandaskan, apabila keberadaan proyek jembatan bambu terindikasi menimbulkan pelanggaran, maka DPRD Surabaya harus bertindak. "Karena salah satu fungsi dewan juga sebagai kontrol pengawasan pembangunan. Maka DPRD Surabaya baik secara personal maupun institusional semestinya bertindak," tutur pengamat politik dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ini. Di samping itu, Umar berharap dewan di Surabaya tak hanya diam saja. Menurut dia, legislatif perlu mempertanyakan proyek uang negara itu ke eksekutif, dalam hal ini Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya yang menginisiasi proyek jembatan bambu. "Kalau ada indikasi penyimpangan, lalu berpotensi menimbulkan kerugian dan korupsi, ini harus dijelaskan, DPRD Surabaya dan inspektorat wajib turun tangan. Kasus mangkraknya jembatan bambu harus dibuka secara transparan, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak," tegas dia. Saat disinggung kemungkinan legislatif enggan memberikan atensi terhadap kasus ini, maka Umar menilai DPRD Surabaya tak memiliki itikad baik untuk mengontrol kebijakan-kebijakan maupun jalannya pemerintahan di Surabaya. "Menurut saya tidak masalah mau Komisi C atau Komisi B, yang terpenting dinas terkait dipanggil atas mangkraknya jembatan bambu itu. Ini kewajiban legislatif. Kalau tidak ada atensi berarti DPRD Surabaya tak memiliki itikad baik sebagai kontrol pemerintahan," tuntasnya. (mg-3/fer)

Sumber: