Hasil Survei UB, Indeks Toleransi Masyarakat Jatim Menurun
Malang, memorandum.co.id - Indeks toleransi masyarakat di Jawa Timur terus menurun dalam 3 tahun terakhir. Mengacu hasil survei dari Program Studi S3 Sosiologi Fisip Universitas Brawijaya (UB) bersama Pusat Kajian Media, Literasi, Kebudayaan (Puska Melek), dan Centre for Policy Studies and Data Analysis (CYDA). Riset dilakukan di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Melibatkan 400 responden, dengan tingkat kesalahan 5%. Hasilnya, ada kemerosotan tingkat toleransi sebanyak 22 persen dari tahun 2020 hingga 2021. “Ada penurunan index toleransi. Penurunan terbanyak ada di Kabupaten Pasuruan,” terang Ketua Prodi Sosiologi Universitas Brawijaya, Dr Lukman Hakim, Jumat (26/11/2021). Dengan hasil itu, lanjut Lukman, kondisi toleransi di Jawa Timur menggambarkan, tindak kekerasan berlatar agama masih muncul dan berkembang. Padahal, toleransi menjadi bagian penting dalam pencegahan terorisme. Ia mengaku, belum mengetahui penyebab penurunan indeks sosial itu. Yang pasti, hal itu harus segera diantisipasi. Jika tidak, bisa jadi bom waktu. Masyarakat menjadi tidak ramah dengan agama lain. "Sikap pada kegiatan agama lain dan pembangunan tempat ibadah di lingkungan sekitar, adalah dua hal yang menjadi catatan bagi CYDA. Tiga tahun terakhir, kedua aspek tersebut, konsisten mengalami penurunan," lanjutnya. Tingkat persetujuan masyarakat pada kegiatan ibadah di lingkungan sekitar, mengalami penurunan. Dari sebelumnya mencapai 58,5 persen di 2019, 55,5 persen di 2020, kemudian turun menjadi 41,6% pada 2021. Sedangkan tingkat persetujuan terhadap pembangunan rumah ibadah di lingkungan sekitar, penurunan lebih jauh lagi. Di tahun 2019 nilainya sebesar 51 persen, turun menjadi 41,88 persen di 2020 dan anjlok menjadi 29,78% persen pada 2021. Pusat Kajian Media, Literasi, dan Kebudayaan juga mengatakan, banyak kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, penghayat kepercayaan Agama Baha’i, dan non muslim kerap menjadi sasaran kekerasan, baik fisik maupun verbal. Tindak kekerasan tidak hanya berlangsung pada kelompok luar yang memiliki keyakinan berbeda. Namun, juga pada kelompok yang memiliki keyakinan sama. Menjadi pekerjaan besar bagi para pemangku kepentingan, terutama pemerintah. Harus terus memberikan edukasi, sosialisasi, dan menjalankan program yang melibatkan lintas penganut keyakinan. Negara dituntut menjamin kebebasan warga dalam menjalankan keyakinannya sejalan dengan Pasal 28-29 UUD 1945. Menjelang akhir 2021 ini, kasus penangkapan Ahmad Zain (AZ), anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat oleh Tim Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror memberikan peringatan bagi semua pihak. “Tokoh agama Islam harus memberikan contoh bagaimana penghargaan terhadap kelompok lain yang berbeda harus dilakukan. Tindakan oknum MUI dari bidang fatwa tersebut, dapat mengarah intoleransi di masyarakat," tegasnya. Ia mengingatkan, jika tidak hati-hati, masyarakat dapat terprovokasi berlatar agama seperti pada kasus Pemilihan Gubernur di DKI Jakarta 2016 lalu. (edr)
Sumber: