Pertanda Resesi
Oleh: Dahlan Iskan 17 Agustus tahun ini. Tiga hari sebelumnya. Jam 6 pagi waktu New York. Itulah hari pertama kurva terbalik: yield bond jangka panjang lebih rendah dari yield bond jangka pendek. Itu belum pernah terjadi sejak 10 tahun lalu. Ekonom waspada. Pasar gempar. Itulah pertanda-pertanda. Akan datangnya resesi ekonomi. Pertanda-pertanda yang sama. Persis terjadi di masa lalu. Di lima kali resesi ekonomi dunia. Selalu pertanda itulah yang datang. Sejak resesi ketika saya baru lahir di tahun 1950-an. Sampai resesi terakhir tahun 2008. Lima kali resesi selalu seperti itu indikasinya. Beginilah awalnya: Tidak semua pemilik uang mau menabung. Atau deposito. Atau bikin usaha. Atau membeli saham. Tabungan dan deposito dianggap rendah bunganya. Membeli saham pun takut. Harga saham bisa jatuh. Membeli tanah terus-menerus? Takut kena pajak progresif. Atau takut sertifikatnya hilang. Harus pula menjaga tanahnya itu. Pun bikin usaha. Ruwet. Harus kerja keras. Harus bersaing. Belum tentu sukses. Bahkan bisa stres. Apalagi kalau akhirnya dikhianati. Tersedia jalan lain. Banyak yang memilih membeli bond. Surat utang. Hasilnya (yield) memang rendah tapi pasti. Dan aman. Apalagi kalau surat utang itu bukan bond yang dikeluarkan perusahaan. Melainkan surat utang oleh suatu negara. Pasti tidak ada resiko. Pasti dibayar. Lebih-lebih kalau pemerintahnya adalah Amerika Serikat. Siapa yang tidak percaya. Biasanya yield untuk bond jangka panjang (10 tahun) lebih rendah dari yield bond jangka pendek (2 tahun). Sepuluh tahun dianggap terlalu lama. Pemilik uang kadang memerlukan uangnya lebih cepat. Misalnya tiba-tiba ada peluang beli saham perdana. Dari sebuah IPO perusahaan yang fenomena. Maka lebih banyak yang membeli bond jangka 2 tahun. Meski yield-nya lebih rendah. Itulah yang terjadi tanggal 14 Agustus lalu. Jam 6 pagi itu. Biasanya yang membeli bond jangka panjang tidak sebanyak itu. Tiba-tiba pembeli bond 10 tahun lebih banyak dibanding yang 2 tahun. Belum pernah dialami seperti itu selama 10 tahun terakhir. Orang cari aman. Berarti bidang lain lagi tidak aman. Dalam empat tahun ke depan. Mereka memilih menghindar untuk empat tahun ke depan. Dengan cara memilih membeli bond 10 tahun. Rumusnya: kian naik yang membeli bond, kian turun yield-nya. Rumus berikutnya: kalau pembeli bond dengan jatuh tempo 10 tahun lebih banyak dibanding pembeli bond dengan jatuh tempo 2 tahun berarti akan terjadi resesi. Maka kesimpulan umum pun diambil: jam 6 pagi itu adalah awal akan terjadinya resesi ekonomi. Kapan terjadinya? Bukan besok pagi. Bukan bulan depan. Para ahli pingin lebih aman: antara 6 sampai 14 bulan ke depan. Apakah artinya? Para penguasa masih bisa ambil langkah menghindarinya. Masih bisa membuat kebijakan baru. Atau meralat kebijakan lama. Menelan ludah sendiri memang tidak terhormat. Tapi lebih tidak terhormat lagi diludahi orang ramai-ramai. Memang yang terbaca di tanggal 14 Agustus itu hanya angka. Belum tentu benar akan terjadi. Kesaktian satu angka tidak sama di kurun yang berbeda. Angka 02 sakti di tahun 2014. Tapi hilang kesaktiannya di tahun ini. Jadi, tenang saja. Apalagi kurva yang terbalik itu hanya terjadi sesaat. Setelah itu balik lagi. Terutama ketika Presiden Donald Trump tiba-tiba menelan sendiri sebagian ludahnya. Ia membuat sebagian tempe itu jadi kedelai lagi. Ia meralat beberapa bagian keputusannya tentang bea masuk barang Tiongkok. Apalagi bagi yang tidak punya uang. Lebih mudah lagi. Tidak harus bingung akan membeli saham atau bond. Bahwa kurva itu membaik lagi Alhamdulillah. Tapi pertanda-pertanda itu harus terus dibaca. Dengan hati terbuka. Apalagi ada indikator lain yang datang lebih dulu: harga emas naik terus. Sejak lebih dua bulan lalu. Emas dan bond ada kemiripan. Keduanya dianggap investasi jangka panjang yang aman. Kesimpulannya: apa yang harus kita lakukan? Tidak harus melakukan apa-apa. Ikuti sunatullah. Pertahankan hidup. Terus bekerja. Kalau bisa, sedikit lebih keras. Yang terpenting lagi sebenarnya lebih sederhana. Dan semua orang bisa melakukannya: menjadi orang baik.(*)
Sumber: