Lapas/Rutan Overkapasitas hingga 300 persen, Rawan Gangguan Kamtib

Lapas/Rutan Overkapasitas hingga 300 persen, Rawan Gangguan Kamtib

Surabaya, memorandum.co.id - Dari 39 lapas/ rutan/ LPKA di jajaran Kanwil Kemenkumham Jatim hanya enam UPT yang tidak mengalami overkapasitas. Masalah klasik ini hanya bisa diurai dengan penerapan pidana alternatif. Kondisi tersebut rawan gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib). Kakanwil Kemenkumham Jatim Krismono menyatakan, jika dirata-rata angka overkapasitas di jajaran pemasyarakan di Jatim mencapai 110%. Bahkan ada beberapa lapas/ rutan yang angkanya sudah mengkhawatirkan. Kondisi tersebut dialami di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng) dan Lapas Banyuwangi. Kelimanya memiliki angka overkapasitas di atas 200%. Menurut Krismono, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengurangi tingkat overkapasitas yang ada. Karena lapas/ rutan/ LPKA selama ini dalam sistem peradilan pidana menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan negara yang dihasilkan oleh penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. “Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari overkapasitas yang ada,” ujar Krismono, Kamis (9/9). Langkah-langkah yang diambil adalah dengan mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama harus segera dipindah ke lapas. Dengan begitu, beban rutan bisa dibagi ke lapas. Dan angka overkapasitas di setiap lapas/ rutan bisa lebih merata. “Selain itu, kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Nusa Kambangan,” lanjutnya. Untuk mengurai benang kusut di beberapa rutan, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Ditjenpas terkait perluasan bangunan rutan. Seperti Rutan Surabaya yang memang sudah sangat kronis. Bangunan rutan yang terletak di Desa Medaeng Sidoarjo itu diusulkan diperluas. Dari semula 1,5 hektare menjadi 2,2 hektare. “Ini karena tingkat overkapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200% selama lima tahun terakhir,” tuturnya. Banyaknya penghuni dan sempitnya bangunan ini membuat pembinaan dan pelayanan menjadi kurang optimal. Untuk itu, Krismono selalu menekankan bahwa petugas lapas harus menggunakan pendekatan yang humanis dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lapas/ rutan. Selain itu, tutur Krismono, pihaknya selama ini menggencarkan deteksi dini dan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder terkait untuk memastikan keamanan dan ketertiban di lapas/ rutan. Para stakeholder itu juga melakukan sambang lapas/ rutan secara rutin. Namun, Krismono menegaskan bahwa perluasan bangunan lapas/ rutan bukanlah solusi jangka panjang. Menurutnya, dibutuhkan kebijakan yang lebih besar dari sisi sistem hukum pidana. Yaitu dengan menerapkan pidana alternatif bagi pelaku tindak pidana. “Jangan semuanya berakhir pidana, perlu dikuatkan pidana alternatif yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan,” terangnya. (mik)

Sumber: