Majelis Hakim Ragukan Akurasi Pengukuran Kayu

Majelis Hakim Ragukan Akurasi Pengukuran Kayu

Surabaya, memorandum.co.id -  Majelis hakim yang diketuai Tumpal Sagala, meragukan akurasi pengukuran volume kayu merbau yang diamankan Operasi Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC). Kayu yang dimuat oleh Kapal Darlin Isabet tersebut kelebihan muatan lebih kurang 10 m3 setelah dihitung oleh ahli ukur Ari Dian Purnomo. Saat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Willly dari Kejari Tanjung Perak Surabaya, Ari membeberkan dia yang melakukan pengukuran bersama timnya yang berjumlah empat orang termasuk dirinya. Mereka Tjutjuk, Santosa dan Jose. "Kami mengukur bergantian. Di bagi dua tim. Satu mengukur satu lagi mencatat. Kami melaksanakan pengukuran selam tiga hari. Mulai tanggal 23 hingga 25 Februari 2021," beber Ari, saat memberikan keterangan dihadapan JPU, majelis hakim, PH terdakwa dan terdakwa Wempi Dermapan, Senin (2/8/2021). Setelah dilakukan pengukuran, kata Ari, didapatkan hasil 3.601 keping curah dengan volume 74.1389 m3. Sedangkan, untuk kayu bendelan sebanyak 1.231 keping dengan volume 3.1697. "Saya hanya melakukan pengukuran. Tidak tahu dokumennya dan jumlah total pengiriman. Saya hanya menjalankan perintah daru gakum," katanya. Pada saat pengukuran, jelas Ari, yang melihat ada Teguh petugas penengakan hukum dan Mukhlis dari pihak PT Anugrah Jati Utama. Saat ditunjukkan oleh ketua majelis data pengukuran yang ada di BAP dan ditanya terkait bagaimana cara melakukan pengukuran. Ari sempat kebingungan. "Ya metodenya seperti yang saya terangkan tadi Pak Hakim. Kita tandai yang sudah diukur dengan kapur tulis. Kita hitungnya seperti standar baku SNI," jawabnya. Usai sidang, Straussy Tauhiddinia Qoyumi, penasihat hukum Wempi Dermapan, saat ditemui mengatakan ia merasa kasus kelebihan volume kayu yang menjerat liennya diduga direkayasa oleh penyidik balai pengamanan dan penegakan hukum (Gakkum) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Kami usulkan kepada majelis hakim agar pengukuran ulang tersebut dilakukan oleh lembaga pengukur independen seperti PT (BUMN) Sucofindo atau BUMN Surveyor Indonesia sebagai pihak yang independen diluar KLHK,” ujar Straussy Tauhiddinia. Saat ditanya terkait tanggal pengukuran, Straussy ada kerancuan. Sebab, terdapat perbedaan di dalam BAP. “Tanggal pengukuran ini pun rancu. Di BAP tanggal pengukurannya beda-beda. Di BAP saksi Mukhlis tanggal 17 sampai 21 Pebruari, BAP saksi Miftahunni’an 23 sampai 25 Pebruari. Dan kami sebagai penasehat hukum terdakwa sampai saat ini belum pernah terima BAP Pengukuran teraebut. Jadi riil pengukuran itu dilakukan tanggal berapa kita juga tidak tahu.,” tambahnya. Saat penyerahan hasil ukur ulang, kata Straussy Tauhiddinia, dirinya tidak menemukan satupun adanya tanda tangan dari penyidik, tanda tangan dari ahli maupun tanda tanda saksi yang menyaksikan pengukuran. “Di BAP pengkuran saya tidak menemukan ada tanda tangan mereka. Ini kan bertentangan dengan Pasal 75 ayat 1 KUHAP tentang pemeriksaan dan Pasal 118 KUHAP bahwa keterangan saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan, setelah mereka menyetujui isinya. Dan dalam hal saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya,” katanya. “Mereka sudah menandatangani surat pernyataan yang isinya bahwa mereka tidak akan hadir sebagai saksi dan tidak mau dipanggil sebagai saksi. Meski kenyataannya diatas kapal itu juga terdapat kayu milik Junaid Hitimala yang saat ini sedang menjalani di persidangan di PN Gresik karena kekurangan volume kayu,” katanya. Menurut Straussy Tauhiddinia, sikap Gakkum tersebut menunjukkan bahwa ada kesewenang-wenangan terhadap Kliennya, Wempi Darmapan yang kelebihan volume kayu. “Ini kan makin menunjukkan bahwa selama ini ada praktek-praktek oleh oknum penyidik Gakkum yang bertentangan dengan hukum acara kita,” pungkasnya. (mg-5/fer)

Sumber: