Suami Minder Bersenjata Mini (1)
Ingin Punya Pusaka Deworengku
Dayat, sebut saja begitu, duduk gelisah di pojok tempat parkir Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Sesekali ia usap air yang meleleh di pojok matanya. Memorandum yang sudah cukup memerhatikan segera mendekat. “Permisi,” kata Memorandum sambil duduk di atas bongkahan batu sebelah Dayat. Ia menoleh, tapi tidak bereaksi lebih. Sesekali terdengar suaranya mingsek-mingsek lirih. Memorandum mengawasi dan mencoba bertanya, “Sakit Mas?” Dayat menggeleng, kemudian berkata. Masih lirih, “Hanya sedih, Mas.” “Itriku menggugat cerai,” imbuhnya. “Kenapa?” “Aku telah mengecewakannya. Ini memang salahku,” kata Dayat, yang kemudian bercerita bahwa masalah ini berawal dari sikapnya yang minder di hadapan istri, sebut saja Nia. Saat itu malam pertama. Ketika sudah di atas ranjang, Nia sempat kecewa melihat titit Dayat yang mini. “Ini sudah maksimal, Mas?” kata Dayat menirukan komen Nia malam itu. Dayat tidak menjawab, tapi langsung melakukan serangan. Seru. Maklum, malam pertama. Beberapa ronde terselesikan dengan baik. “Kecil tapi lincah, kan? Kayak Maradona. Ngeyel,” kata Dayat usai pertempuran. Nia tersenyum dan mencowel perut Dayat. Sampai di sini tidak ada masalah. Tampaknya Nia sudah bisa menerima kondisi Dayat apa adanya. Nia juga tidak menyinggung-nyinggung pusaka suaminya yang berukuran mini. Justru Dayat sendiri yang minder. Komentar perdana Nia yang bertanya ‘ini sudah maksimal, Mas’ terus mengiang-ngiang di relung telinga Dayat. Beresonansi di dada dan menyerap ke dalam hati. Diam-diam Dayat berusaha menambah volume senjatanya agar lebih berisi dan enak dipandang. Minimal seperti milik temannya sesama sales mobil, yang dengan bangga menamakan pusakanya sebagai deworengku, gede, dowo, ireng, kaku. Dayat rajin mendatangi pakar-pakar pembesaran kelamin pria yang marak di iklan-iklan beberapa media cetak, media online, dan media sosial (medsos). Mulai yang menawarkan rendaman ramuan herbal hingga cara penyuntikan. “Ternyata banyak yang abal-abal. Meski sudah direndam ramuan herbal, namun tidak bertambah besar. Ada juga yang pakai metode urut. Pemijatnya ada yang laki, namun kebanyakan perempuan. Hasilnya tak jauh beda. Tanpa perubahan,” kata Dayat. Dayat sempat putus asa dan menghentikan upayanya melakukan pembesaran pada pusakanya. Toh istrinya tidak pernah mempermasalahkan penampilan pusaka yang memang relatif kecil itu. “Mungkin Nia sudah puas dengan kelincahan pusakaku yang mampu menyerang ke segala penjuru,” batin Dayat kala itu, yang lantas diungkapkan ke Memorandum sebagai klaim kepuasan. “Kayak menghibur diri ya?” imbuh Dayat ke Memorandum dengan nada tanya, yang disambung tawa. Dayat sejenak melupakan kesedihannya. (jos, bersambung)Sumber: