KPPS Minta Solusi Bagi Siswa yang Tidak Diterima di Sekolah Negeri

KPPS Minta Solusi Bagi Siswa yang Tidak Diterima di Sekolah Negeri

Surabaya, memorandum.co.id - Polemik pelaksanaan PPDB SMA/SMK 2021 di Jatim menuai kritikan, lantaran dinilai tidak sesuai dengan asas pelayanan publik yang telah diatur dalam pasal 4 UU 25 Tahun 2009 tentang Layanan Publik. Terkait itu, Komunitas Pemerhati Pendidikan Surabaya (KPPS) mewakili kurang lebih seribu wali murid yang dinaunginya menuntut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Pemprov Jatim, dan Pemkot Surabaya untuk memberikan solusi bagi CPDB (calon peserta didik baru) SMA-SMK 2021 yang tidak lolos dan terpaksa melanjutkan di sekolah swasta atau bahkan putus sekolah. Ketua KPPS Eko Doto Nugroho mengaku prihatin dengan CPDB yang tidak dapat menempuh pendidikan di sekolah negeri yang notabenenya tidak banyak menguras isi dompet. Sebab, tidak semua orang tua atau wali dapat mengantarkan anaknya menuju sekolah swasta. Padahal di dalam PP Nomor 47 Tahun 2008 mewajibkan putra-putri Indonesia untuk mengenyam pendidikan selama 12 tahun yang artinya sampai dengan SMA maupun SMK. "Orang tua yang untuk makan besok saja masih berpikir keras, alih-alih mengantarkan anaknya sekolah, orang tua/wali tersebut akan memintanya untuk membantu bekerja," ujar Eko, Rabu (2/6/2021). Oleh karena itu, langkah preventif bagi CPDB yang akhirnya terombang￾ambing ini harus jelas dan betul betul menjadi solusi. Menurutnya, pemerintah tidak perlu berkutat pada alasan penanganan pandemi Covid-19. "Masyarakat sudah bosan dengan jawaban pemerintah mengapa banyak ini itu yang dikurangi. Berilah alasan yang konkret dan meyakinkan kepada masyarakat mengapa banyak sekali sekolah negeri yang dikelola oleh Pemprov Jatim sekarang ini harus meminta upeti kepada anak didiknya," tegas Eko. Pihaknya menuntut Pemprov Jatim untuk memberikan solusi konkret kepada CPDB yang pada akhirnya harus malang melintang kesulitan untuk mengenyam pendidikan. Pemprov Jatim harus konsekuen dengan jargon yang dinyatakan oleh Gubernur, yaitu Cettar (Cepat, Efektif, Tanggap, Transparan, Akuntabel dan Responsif). "Pemprov wajib Cepat, Efektif, Efisien, Tanggap, Transparan, dan Responsif. Slogan ini jangan dijadikan pajangan saja di Gedung Grahadi," tandasnya. Dirinya juga menyebutkan, bahwa Pemprov Jatim perlu memberikan prioritaskan CPDB agar masuk di daerah asal serta membatasi CPDB dari luar daerah untuk masuk ke suatu daerah tertentu. "Seharusnya hal seperti ini dapat dibatasi agar CPDB yang lahir dan besar dapat mengenyam pendidikan di tanah kelahirannya," terang Eko. Selain itu, Pemkot Surabaya mestinya melakukan langkah intervensi dan penyelesaian bagi CPDB SMA-SMK 2021 yang bermasalah dengan pembiayaan dan fasilitas pendidikan. Terlebih Surabaya yang menjadi Kota Metropolitan terbesar kedua di Indonesia ini harus menjadi potret atau percontohan bagi daerah lain dalam berbagai hal apapun utamanya pendidikan. "Jangan sampai Surabaya yang didapuk sebagai kota terbaik di dunia malah menyembunyikan banyak sekali titik hitam di antara gemilangnya emas," pungkas Eko. (mg-1/fer)

Sumber: