Urung Nikah karena si Gadis Divonis Dokter Mandul

Urung Nikah karena si Gadis Divonis Dokter Mandul

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya “Hari Minggu depan. Jangan lupa,” demikian tulisan yang terbaca di HP Kozin. Pengirimnya bernama Hendro, tapi tidak ada fotonya. Di akhir tulisan itu ada gambar emoji orang tersenyum. Itu saja. Hari Minggu yang dimaksud dalam kontak WA itu ternyata hari ini. Dan benar, sejak pagi buta Kozin terlihat berdandan ekstra. Tidak seperti biasa. Rapi dan harum. Ketika ditanya hendak ke mana kok dandan habis-habisan, Kozin mengaku ada meeting dengan rekanan bisnis. Mendadak. Mungkin pulangnya agak larut. Ada kemungkinan sampai larut malam, bahkan menginap. Nana mengantar suaminya keluar rumah. Masih gelap. Terdengar suara perempuan dari arah rumah tetangga barunya. Ternyata tetangga barunya, sebut saja Liana. Tak lama kemudian menyusul suami Liana, sebut saja Hendra. Keduanya juga berdandan rapi. Mau ke mana mereka sepagi ini? Setelah salim dan mencium tangan suaminya, Nana membalikkan badan hendak masuk rumah. Saat itulah terdengar suara koor keras, “Surprise.” Suami beserta pasangan suami-istri tetangga tadi berhamburan ke arahnya. Mereka memberi pelukan, ciuman, dan ucapan selamat selamat ulang tahun. “Ternyata kejutan ulang tahun itu dirancang suami Nana dan Liana,” kata Kokom. Rupanya kebersamaan yang terbangun dari hari ke hari itu kembali mendekatkan Kozin dan Liana, yang pernah berpacaran semasa SMA. Hubungan Kozin dan Liana berlanjut hingga lulus kuliah. Mereka bahkan sudah berada di ambang perkawinan. Saat itulah terjadi “bencana pranikah”. Keluarga Kozin membatalkan rencana pernikahan. Kozin yang keturunan keluarga priyayi Solo tidak bisa menerima kenyataan bahwa Liana adalah wanita yang bakal tidak bisa memberikan keturunan. Itulah hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan Kozin dan Liana menjelang pernikahan mereka. Dipisahkan secara paksa, apalagi dengan alasan seperti itu, tentu saja Liana sakit hati. Demikian pula Nanang. ‘’Cerita itu saya peroleh dari Umi (nama samaran adik Kozin, red). Tak lama setelah itu, Kozin dan Nana dikenalkan oleh seorang kerabat,” tutur Kokom pada pertemuan keesokan harinya, juga di PA Surabaya. Setahun kemudian Nana-Kozin melangkah ke jenjang pernikahan. Tampak sekali Nana sangat mencintai Kozin. “Lelaki pendiam itu mampu meluluhlantakkan hati adikku,” tutur Kokom. Kali ini, jauh sebelum mendekati pernikahan, orang tua Kozin sudah minta Nana memeriksakan kesuburan rahimnya. Rupanya mereka khawatir kejadian serupa terhadap calon menantu terulang. Tapi, tampaknya Kozin tidak setuju. Diam-diam dia melarang Nana ke dokter atau rumah sakit. “Kozin melarang Nana memeriksakan kesehatan. Dia takut kembali kehilangan orang yang telanjur dicintai,” tutur Kokom. Mendengar Nana tidak ada masalah dengan kondisi reproduksinya, kedekatan gadis tersebut dengan keluarga Kozin semakin erat. Dalam waktu singkat Kozin dan Nana pun dipersandingkan secara mewah di pelaminan. Balroom Shangri-la menjadi saksi bisu penyatuan jiwa mereka. Ribuan undangan silih berganti menyalami kedua mempelai. Berbagai hadiah mewah menumpuk di kamar pengantin. “Kami hidup bahagia, Pak. Yang menjadi ganjalan, sudah lebih dari tiga tahun menikah, kami belum dikaruniai momongan,” kata Nana tiba-tiba. Akhirnya terbuka juga bibirnya. Khawatir ada sesuatu, tanpa sepengetahuan Kozin, Nana memeriksakan kesehatan kandungannya ke dokter. Apa yang terjadi? Sesuatu yang dikhawatirkan Nana benar-benar terjadi. Dia divonis seperti Liana: tidak bakalan bisa hamil. Ada kelainan di rahimnya. Sejak itu Nana menjadi pribadi pemurung. Kondisi ini berlarut hingga fakta tersebut terdengar kedua mertuanya. Dan, ini sangat berpengaruh pada sikap mereka terhadap Nana. Perhatian keduanya berangsur-angsur surut, sampai hampir tidak berbekas. Dalam setiap kunjungan Kozin-Nana ke Solo, hanya suaminya yang mendapat perlakuan semestinya. Nana hampir-hampir tidak pernah disapa walau sempat berpapasan muka. (bersambung)

Sumber: