Pacar Lama

Pacar Lama

Oleh: Dahlan Iskan DI’s Way dapat laporan dari teman di Malaysia. Isinya: Malaysian Airlines akhirnya jatuh ke tangan Singapore Airlines. MAS dan SIA akan menjadi satu lagi? Setelah pisah sejak tahun 1970-an? Ternyata memang ada perkembangan baru. Dalam upaya menyelamatkan MAS dari kebangkrutan. Yang Mahathir Mohamad pun sudah pusing: dijual atau ditutup. Tidak ada pilihan lain. Setelah berbagai suntikan dana negara juga sia-sia. (Lihatlah DI’s Way: Harga Tiket). Perkembangan baru itu muncul juga di berita kecil di media Hongkong minggu lalu. Bahwa SIA melakukan kerjasama secara luas dengan MAS. Yang artinya jelas: SIA akan mengakuisisi MAS. Hukum besi ekonomi akhirnya mengalahkan nasionalisme. Proton pun sudah jatuh ke pabrikan mobil Geely dari Tiongkok. Sudah tidak banyak yang ingat ini: bahwa MAS dan SIA itu dulunya memang satu. Namanya: MSA (Malaysia Singapore Airlines). Kantor pusatnya di Singapura. Pun ketika Malaysia dan Singapura menjadi dua negara yang terpisah MSA masih bertahan. Hanya saja memang ruwet. Susunan direksinya, misalnya, harus mencerminkan perwakilan dua negara. Jumlahnya pun banyak: 9 orang. Empat perwakilan M, empat lagi dari S. Tidak perlu persetujuan dari negara partner. Beberapa direksi yang ditunjuk S itu berasal dari Inggris. Tentu delapan direksi itu dikomandani satu orang direktur utama. Yang orangnya harus disetujui pemimpin dua negara. Alangkah ruwet dan panjang proses pengangkatannya. Ada yang lebih ruwet lagi:  prosedur pengambilan putusannya. Tiap direktur punya hak veto. Kalau ada satu saja direktur yang tidak setuju putusan tidak bisa diambil. Kisah masa lalu MSA seperti itu bisa dibaca di satu buku terkenal. Yang ditulis oleh konglomerat nomor satu Malaysia: Robert Kuok. Itu adalah buku biografi. Yang salah satu bab kecilnya menceritakan pengalaman pendeknya di MSA. Saat M berpisah dengan S, Robert Kuok sudah sibuk di perusahaan pelayaran, MISC (Malaysian International Shipping Company). Yang dimiliki bersama antara pemerintah Malaysia dan Kuok Brothers. Kuoklah yang mejadi pengendali direksinya. Kesannya, MISC adalah milik Kuok. Kalau Anda sudah membaca buku memoar Robert Kuok itu baiklah. Saya persingkat saja: Kuok merasa orang Melayu ingin menguasai MISC. Akan lebih nasionalistis kalau MISC bisa sepenuhnya dikendalikan orang Melayu. Nasionalisme Malaysia lagi berkibar saat itu. Setelah pisah dengan Singapura. Maka Kuok melepas saham di MISC. Semua. Tidak mau ikut campur sama sekali. Ia mendirikan perusahaan pelayaran sendiri. Di Singapura. Namanya: Pacific Carriers. Saya tidak tahu apakah Kuok juga punya saham di Bogasari. Yang kita ketahui, Bogasari adalah milik Liem Sioe Liong. Sahabat Pak Harto itu. Orang yang selama lebih 30 tahun memegang hak monopoli impor gandum dari Amerika itu. Mungkin orang seperti Christianto Wibisobo bisa menjelaskan. Tapi di memoar Robert Kuok disebutkan: Pacific Carriers maju pesat. Order angkutan dari internal grupnya saja sudah cukup. Misalnya dari Bogasari. Yang memerlukan angkutan tepung terigu besar-besaran. Yang Indonesia memang impor terus terigu dari Amerika. Untuk itu Pasific Carriers sampai harus carter 250 kapal/tahun. Termasuk untuk angkutan gula. Kwok memang juga sudah memiliki pabrik gula. Dengan kapasitas 1.600 ton/hari. Dan masih terus ekspansi. Sekitar 80 persen kebutuhan gula Malaysia diproduksi Kuok. Saat itulah Kuok dipanggil Wakil Perdana Menteri Singapura Goh Keng Swee. Yang juga menteri keuangan yang top markotop saat itu. Bagaimana ia bisa mencari uang untuk mulai membangun Singapura yang miskin itu. Yang masyarakatnya masih banyak punya toilet di jamban luar rumahnya itu. Setelah pisah dari Malaysia itu. Goh meminta Kuok untuk menjadi Dirut MSA. Itu karena Goh tidak cocok dengan nama calon dirut yang diusulkan Malaysia. Kuok tidak mau. Kesibukan bisnis di grupnya sendiri sudah luar biasa. “Memang gaji saya kecil di situ tapi saya puas”. Begitu kurang lebih alasan penolakan Kuok. Tentu ia bergurau soal gaji. Goh terus meyakinkan Kuok. Katanya: Kuok-lah yang bisa menjembatani dua negara. Kuok punya hubungan sangat baik dengan elite pemerintahan Malaysia. Orangnya sangat humble. Bisa bergaul baik dengan orang Melayu. Khas pengusaha sukses. Waktu meninggalkan MISC pun karena Kuok sudah merasa dulu: orang Melayu akan bangga kalau MISC di tangan orang Melayu. Bukan karena sudah keburu didemo. Sang wakil perdana menteri berharap tampilnya Kuok di MSA bisa membuat hubungan M dan S tetap baik. Ada misi kerukunan di balik itu. Kuok lantas minta waktu. Ingin bicara dengan ibunya. Sang ibu menasehatinya: jangan. Tapi setelah diberitahu alasan kerukunan itu sang ibu merestui. Asal satu periode saja: tiga tahun. Robert Kuok lantas menemui Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak. Yang sudah amat dikenalnya. Semula Tun banyak bicara soal kejengkelannya dengan S. Kuok hanya diam. Jadi pendengar yang baik. Setelah cukup panjang Kuok minta izin bicara soal MSA. “Oh.. Anda ingin jadi Dirut MSA?” tanya Tun. Padahal Malaysia sudah terlanjur punya calon sendiri: DR Lim Swee Aun. Ia mantan menteri perdagangan dan industri. M. Lim tidak bisa lagi menjadi menteri. Karena gagal mendapat kursi DPR di Dapilnya. Malaysia memperkirakan Singapura akan setuju. Toh ia suku Tionghoa juga. Ternyata S belum bisa menerima usulan M itu. “Ia orang baik tapi saya tidak suka,” ujar Goh pada Kuok. M tahu sikap S itu. Maka Tun mengira Kuok datang padanya dengan sangkaan ingin jadi Dirut MSA. “Bukan saya yang mau,” jawab Kuok pada Tun. Berceritalah Kuok pada Tun: latar belakangnya. Tun lantas sangat mendukung kalau Kuok jadi Dirut MSA. Jadilah. Kuok pun memasuki keruwetan birokrasi. Yang susunan direksinya seperti itu. Yang Dirutnya tersandera oleh delapan veto direksinya. Yang direksi-direksi dari S-nya begitu agresifnya. Dan begitu lugasnya. Yang direksi dari M-nya begitu diamnya. Dan begitu bapernya. Kalau sudah masalah keuangan direksi dari S sangat ‘tajam’. Setajam pisau cukur. Tidak peduli seperti apa perasaan direksi yang dari Malaysia. Kuok juga pernah mengusulkan penghematan. Mengganti pilot Inggris dengan pilot dari Burma atau Indonesia. Seorang direksi bule tidak setuju. “Hanya pilot Inggris yang bisa menerbangkan pesawat. Pilot Indonesia akan mendaratkan pesawat di laut atau di hutan,” katanya. Kuok menolak penilaian itu. Kebetulan baru saja ada kecelakaan pesawat. Yang pilotnya Inggris. Direksi bule itu pun gentleman. Tidak memasalahkan lagi. Tapi ruwetnya tetap saja mbulet. Akhirnya Kuok menulis surat yang berisi dua kalimat: mengundurkan diri. Hanya dua tahun Kuok bisa bertahan di MSA. Tak lama kemudian MSA bikin sejarah baru: menjadi MAS dan SIA. Dilakukanlah pembagian gono-gini. Kantor pusatnya menjadi kantor pusat SIA. Kan lokasinya di S. Jalur penerbangannya dibagi dua: yang domestik menjadi bagian Malaysia. Rute internasional bagian S. Toh SIA tidak mungkin punya jalur domestik. Misalnya terbang dari ujung timur S ke ujung barat. Yang kalau ditempuh dengan mobil hanya dua jam. Sebelum pisah itu MSA sudah punya banyak jalur internasional. Misalnya ke Kemayoran, Jakarta. Atau ke Medan. Juga ke Saigon dan Hongkong. Ke Bangkok. Otomatis jumlah pesawat yang 120 buah juga dibagi. Yang Boeing 707 dan 737-200 menjadi bagian Singapura. Agar bisa terbang lebih jauh. Yang pesawat baling-baling semua menjadi bagian M. Waktu itu nama MSA sangat top di dunia penerbangan Asia Tenggara. Karena itu nama baru perusahaan penerbangan M dan S harus mirip itu. Lihatlah MAS. Sangat mirip kan? SIA pun awalnya akan menggunakan nama MSA. Singkatan dari Mercury Singapore Airlines. Sampai sekarang Kuok (郭鹤年) tetap terkaya di Malaysia. Usianya sudah 95 tahun. Lahir di Johor Bahru, hubungannya dengan dua pemerintahan tetap baik. Bahkan tahun lalu Mahathir Mohamad mengangkatnya sebagai dewan penasehat perdana menteri. MSA sudah lama terpisah menjadi MAS dan SIA. Siapa menyana: pacar lama kadang memang bisa kembali lagi.(*)  

Sumber: