Sidang TPPU Rp 30 M Hasil Narkoba, BNNP Jateng Sita Miliaran Mata Uang Asing

Sidang TPPU Rp 30 M Hasil Narkoba, BNNP Jateng Sita Miliaran Mata Uang Asing

Surabaya, memorandum.co.id - Petugas BNNP Jateng, Dimas, menyatakan telah menyita banyak mata uang asing dari kantor PT Multindo Putra Perkasa (MPP) di Manyar Kertoarjo, perusahaan money changer milik terdakwa Handayani. Menurut keterangannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, setidaknya, terdapat 89 jenis mata uang asing dari berbagai negara. Uang-uang itu ditemukan tersimpan di dalam brankas kantor perusahaan jasa penukaran uang asing tersebut. Uang rupiah juga turut disita. Nilai keseluruhannya ditaksir Rp 8 miliar. "Banyak sekali mata uang asing. Ada 89 item valas, ada SGD, USD, dirham dan banyak yang lain. Langsung kami serahkan ke penyidik. Sekitar miliaran," ujar Dimas, Rabu (14/4/2021). Uang itu ditengarai sebagai keuntungan dari pencucian uang hasil bisnis narkoba. Petugas juga menyita banyak buku tabungan. Kartu ATM juga turut disita. Barang bukti itu juga ditengarai sebagai sarana untuk mencuci uang. "Terdakwa kami tangkap perkara tindak pidana pencucian uang," katanya. Selain menggunakan rekening tiga karyawannya, Handayani juga menggunakan rekening orang-orang terdekatnya untuk menampung dan mencuci yang hasil dari bisnis narkoba tersebut. "Ada rekening anaknya, orang tua juga dipakai. Rekening orang lain juga," ujarnya. Salah satu rekening yang digunakan milik Dody Djunaidi. Petugas keamanan perumahan tempat kantor perusahaan Handayai ini merasa tidak pernah membuka rekening di salah satu bank. Namun, rekening atas namanya itu tiba-tiba disita petugas dan turut menjadi barang bukti perkara ini. Ternyata rekening itu dibuat Handayani. "Bukan punya saya. Saya tidak pernah buka rekening di bank tersebut. KTP Saya memang sempat dipinjam (Handayani). Tapi, tidak tahu dipakai untuk apa," ujar Dody. Ada dua rekening atas nama Dody di salah satu bank yang dikelola Handayani. Rekening itu untuk menerima setoran uang dari hasil narkoba dan juga untuk membeli valas. "Saya juga tidak pernah tanda tangan apapun di bank until buka rekening," katanya. Sementara itu, Handayani membantah keterangan Dody. Dia tidak pernah membuka rekening secara diam-diam dengan memalsukan tanda tangan. Rekening itu dia pinjam secara baik-baik. "Seingat Saya, saya pernah izin untuk meminjam rekening tersebut," ujar Handayani dalam persidangan. Handayani juga membantah bahwa uang asing yang disita dari kantor perusahaannya hasil dari bisnis narkoba. Uang itu untuk operasional kantor. Petugas juga tidak pernah bisa menyebutkan berapa nilai sebenarnya. Meskipun petugas itu yang menghitung sendiri. Nilai yang disita diyakininya lebih dari Rp 8 miliar. "Saya lihat dia (petugas BNN) ikut menghitung pastinya tahu berapa nilainya," kata Handayani. Handayani sebelumnya ditangkap karena ditengarai menerima uang dari bisnis gembong narkoba Christian Jaya Kusuma alias Sancai senilai Rp 53,7 miliar. Uang itu disimpan ke 39 rekening yang dikelolanya. Uang itu lantas dicuci. Caranya dengan menarik tunai lalu uang dimasukkan ke rekening atas nama Handayani dan rekening-rekening lain yang dikuasai dan dikendalikan perempuan tersebut. Uang hasil penjualan narkoba yang masuk ke rekeningnya lantas diinvestasikan Handayani untuk membeli valuta asing di perusahaan penukaran uang miliknya. Bukti uang yang diterima Handayani dari ketiga anak buah Sancai berasal dari hasil bisnis narkoba salah satunya dari percakapan pesan singkat Handayani yang dikirim melalui telepon seluler. Dalam pesan itu Handayani mengutarakan minat untuk berbisnis narkoba karena keuntungan yang besar. Praktik pencucian uang ini telah telah dilakukan Handayani selama tiga tahun mulai 2017 hingga tertangkap pada Desember 2020. (mg-5/fer)

Sumber: