Dekat Pejabat dan Pengusaha, Penampilan Semakin Wah

Dekat Pejabat dan Pengusaha, Penampilan Semakin Wah

Kali pertama dimintai izin istri soal keponakannya yang hendak tinggal di rumah selama kuliah di Surabaya, Puri (54, samaran) merasa keberatan. Sebab, dia pernah mendengar kabar keponakannya itu, sebut saja Seli, sulit diatur dan liar. Seli tergolong gadis modis dan selalu tampil wah. Ini tidak sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga. Ayahnya yang bekerja di kantor pemerintahan di Madiun harus pontang-panting mencari rezeki tambahan demi memenuhi gaya hidup anak semata wayangnya tersebut. Seli tergabung dalam kelompok modeling sejak SD. Waktu itu ibunya, sebut saja Eli, yang mengikutkannya dalam kegiatan ini. Untuk melatih agar Seli tidak takut tampil di muka umum. Begitu alasannya. Ternyata Seli sangat menikmati kegiatannnya tersebut. Puluhan piala dia raih dari berbagai lomba, meski sejatinya piala-piala tadi harus ditebus orang tuanya dari pintu belakang. Namun demi kebanggaan, saat itu kedua orang tua Seli tidak pernah mengeluh. Memasuki bangku SMP, Seli makin keranjingan untuk tampil di atas catwalk. Kali ini bukan piala saja yang dia kejar, melainkan kepuasan. Sekadar tepuk tangan penonton. Juga, puja-puji teman-teman dan para guru di sekolah. Menginjak SMA, kegiatan show Seli makin padat. Orang tuanya semakin pontang-panting memenuhi kebutuhan dan permintaan Seli. Sebab, Seli masih bergantung sepenuhnya kepada orang tua. Belum mampu menjadikan hobinya ini sebagai sumber penghasilan. Berbeda dengan sebagian temannya yang sukses mengubah hobi mereka menjadi profesi. Yang menghasilkan. Yang menguntungkan. Secara fisik sebenarnya Seli tidak jauh berbeda dari teman-temannya. Wajahnya ayu dan bentuk tubuhnya proporsional mendukung untuk terjun ke dunia fashion. Hanya, entah mengapa, Seli tidak banyak dilirik produk-produk fashion untuk memprosikan barang dagangan mereka. Kengototan Seli bertahan di dunia ini, sementara kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, menyeruakkan bau tidak sedap. Ada kabar dia terjerumus ke dunia abu-abu. Seli dekat dengan pejabat-pejabat kota dan para pengusaha lokal. Orang tua yang sering mengingatkan hanya didengar kuping kiri dan dikeluarkan lagi lewat kuping yang sama. Mending andai peringatan tadi masuk kuping kiri dan dikeluarkan dari kuping kanan. Ada kemungkinan nyantol di otak. Sejak itu penampilan Seli yang dulu sudah wah semakin wah-wah-wah. Pakaian, tas, sepatu, dan benda-benda lain yang menempel di tubuhnya tidak ada yang tidak branded. Merasa tidak bisa berbuat apa-apa, ayah dan ibu Seli akhirnya hanya mampu tutup mata dan telinga. Omongan-omongan yang membakar emosi,  mereka abaikan begitu saja. Untuk mempertegas ketidaksetujuannya terhadap perilaku Seli, ayah dan ibunya tidak mau menerima setiap pemberian anaknya tersebut. Haram! Begitu prinsip sepasang suami-istri yang menginjak usia paruh baya ini. Maka, saat Seli lulus SMA dan menyatakan ingin melanjutkan kuliah di Surabaya, kedua orang tua tadi merasa senang. Mereka berharap anaknya bisa berubah. Sebab, mereka yakin om Seli di Surabaya mampu mengarahkan anak tersebut. “Om yang dimaksud adalah saya,” kata Puri via telepon kepada Memorandum. Lelaki yang mengaku dosen swasta ini menyatakan ingin berbagi pengalaman. Pengalaman buruk-ruk-ruk-ruk, katanya. (bersambung)  

Sumber: