Kenaikan Honor RT, RW, dan LPMK Melanggar Asas Kepastian Hukum

Kenaikan Honor RT, RW, dan LPMK Melanggar Asas Kepastian Hukum

Surabaya, memorandum.co.id - Kenaikan dana operasional bagi ketua RT, ketua RW, dan ketua LPMK se-Surabaya hingga 100 persen mendapat sorotan dari pakar Hukum Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Hananto Widodo. Ia menilai kebijakan tersebut melanggar asas kepastian hukum, lantaran tidak memiliki payung hukum, Jumat (9/4/2021). "Harus ada payung hukumnya, paling tidak minimal peraturan wali kota (perwali). Sama dengan kenaikan gaji ASN, yang kenaikannya diatur dalam perwali. Berarti ini melanggar asas kepastian hukum," tegas Hananto. Terlebih kebijakan tersebut akan mempengaruhi APBD Kota Surabaya. Menurut Hananto akan lebih tepat lagi bila melalui peraturan daerah (perda). "Refocusing APBD biasanya terkait penguatan dan penanggulangan pandemi Covid-19. Jadi, harus dibentuk Perwali terlebih dahulu, dari itu bisa kita lihat menimbang dan mengingatnya alasan wali kota menaikkan honor ketua RT/RW dan LPMK. Tidak cukup jika hanya keputusan wali kota," terang Ketua Pusat Kajian Hukum dan Pembangunan Unesa ini. Hananto menyebutkan, bahwa kemungkinan kebijakan tersebut masih wacana. "Kita tunggu, karena selama belum ada perwali maka biasanya belum resmi. Penyerahan di balai kota kemarin lusa hanya simbolis saja," ungkapnya. Hananto yang juga pernah menjadi ketua RT pada 2013 sampai 2016 di lingkungan tempat tinggalnya mengatakan bahwa biasanya honor ketua RT diberikan dalam kurun waktu 3 bulan sekali. "Dulu saya dibayar tiga bulan sekali, meski tidak tentu. Entah sekarang apakah rutin setiap bulannya," beber Hananto. Sebelumnya, penyerahan biaya operasional itu di halaman Balai Kota Surabaya, Rabu (7/4/2021) dihadiri oleh 93 tokoh masyarakat. Mereka yang mewakili 9.126 Ketua RT, 1.360 Ketua RW dan 154 Ketua LPMK se-Surabaya. Penyerahan biaya operasional itu diserahkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berupa buku rekening. Semula ketua RT menerima Rp 550 ribu menjadi Rp 1 juta, ketua RW dari Rp 600 ribu menjadi Rp 1.250.000, dan ketua LPMK dari Rp 750 ribu menjadi Rp 1,5 juta. Dalam kesempatan itu, Cak Eri, sapaan Cak Eri mengatakan, kenaikan biaya operasional sebesar seratus persen tersebut merupakan apreasiasi pemimpin setempat sebagai ujung tombak kesejahteraan warga. Menurutnya, kini RT, RW dan LPMK sudah menjadi bagian sistem Pemkot Surabaya. Selain itu, ke depan Cak Eri meminta pelayanan publik dapat dilakukan di tingkat RT dan RW. “Jika ini sudah jalan saya yakin Surabaya lebih cepat lagi dalam memberikan pelayanan publik. Saya berikan kepercayaan kepada RT, RW dan LPMK untuk sama-sama kita libatkan dalam menjaga dan memberikan pelayanan kepada warga. Jadi dari warga untuk warga pula,” pungkas Cak Eri. (mg-1/fer)

Sumber: