Belum Bayar Sarung Rp 22 Miliar, Bos PT NSK Diadili

Belum Bayar Sarung Rp 22 Miliar, Bos PT NSK Diadili

Surabaya, memorandum.co.id - Beny Prayogi, Direktur PT Nugraha Sentosa Kencana (NSK) bersama ayahnya, Suwandi Wibowo didakwa melakukan penipuan terhadap PT Sukorejo Indah Textile (SIT) dengan cara memesan 24.237,83 kodi sarung Wadimor senilai Rp 22,1 miliar pada akhir 2019. Sebagai jaminan nota pemesanan tersebut, terdakwa memberikan lima bilyet giro (BG). PT SIT pun kemudian memproses pemesanan sarung dan dikirim sesuai permintaan. Setelah semua sarung dikirim, PT SIT lantas mencairkan BG yang diberikan terdakwa. "Tetapi pada saat dilakukan pencairan sesuai dengan tanggal jatuh tempo, pihak bank memberitahukan kepada PT Sukorejo Indah Textile bahwa BG tersebut tidak dapat dicairkan dikarenakan saldo tidak cukup," kata jaksa penuntut umum (JPU) Yusuf Akbar Amin dalam dakwaannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (8/4/2021). Bos PT SIT Mohammad Jamil menghubungi terdakwa mengenai permasalahan tersebut. Dia minta pertanggungjawaban BG yang tidak bisa dicairkan. Terdakwa berjanji akan mengganti BG yang tidak bisa cair dengan BG bank lain. Dua lembar BG yang tidak bisa cair masing-masing senilai Rp 5 miliar dan Rp 5,4 miliar diganti dengan tiga BG bank lain. Masing-masing dua BG senilai Rp 3,5 miliar dan satu lagi Rp 3,4 miliar. Sementara itu, tiga BG lain yang juga tidak bisa dicairkan senilai total Rp 13 miliar diganti dengan tujuh lembar BG bank lain. Masing-masing Rp 1 miliar, Rp 330 juta, Rp 450 juta, Rp 3,59 miliar, Rp 2,85 miliar, Rp 3 miliar dan Rp 718,1 juta. Jamil lantas meng-kliring 10 lembar BG pengganti tersebut. "Tetapi mendapatkan surat keterangan penolakan dari pihak bank dengan keterangan bahwa dan atau saldo tidak cukup," terangnya. PT SIT merugi Rp 22,1 miliar dari pengiriman sarung yang tidak dibayar. Pengacara terdakwa, Tanu Hariyadi menyatakan, kliennya sama sekali tidak punya niat jahat untuk tidak membayar pesanan sarung. Dia beralasan pembayaran bermasalah karena pandemi. "Posisinya karena covid yang menyebabkan perekonomian terhambat. Itu menyebabkan keterlambatan pembayaran. Bukan dia tidak membayar," ujar Tanu. Terdakwa sudah lebih dari 24 tahun berkongsi dengan Jamil. Selama itu selalu berjalan lancar. Terdakwa selalu membayar sarung-sarung yang dipesannya. "Kalau memang ada niat jahat dari 1997 sudah tidak dicairkan BG itu. Berapa puluh miliar nilainya jauh lebih besar dari BG saat ini," tuturnya. Tanu menambahkan, terdakwa hingga kini tetap beritikad baik untuk melunasi utangnya. Meskipun kini dia sudah dipidana. Selama menjalani proses pidana sejak di kepolisian, terdakwa sudah tujuh kali mencicil pembayaran senilai lebih dari Rp 5 miliar. (mg-5/fer)

Sumber: