SP3 Kasus Dugaan Penyekapan, Polrestabes Surabaya Di Praperadilankan
Surabaya, memorandum.co.id – Polrestabes Surabaya dimohonkan praperadilan oleh David setelah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) Nomor S.P/70/II/RES.1.8/2021/Satreskrim tertanggal 10 Februari 2021. Sebab, pihak pemohon menilai, Polrestabes Surabaya tidak mempunyai dasar menghentikan (SP3) perkara dengan menyebut tidak cukup bukti. Menurut pemohon, SP3 itu cacat hukum. "Alasannya karena sebelum perkara naik ke penyidikan, tentunya sudah melalui gelar perkara," ucap Andry Ermawan, salah satu kuasa hukum pemohon usai sidang lanjutan di PN Surabaya, Kamis (8/4). Dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Sari 2, pihak pemohon menghadirkan ahli pidana, Dr Solahudin SH MH, dosen fakultas hukum Universitas Bhayangkara. Dalam keterangannya, ahli menerangkan, bahwa dalam menangani sebuah perkara apabila penyidik sudah menemukan dua alat bukti maka penyidik tidak diperbolehkan menghentikan penyidikan perkara tersebut. “Kalau dihentikan maka penyidik tidak menemukan dua alat bukti yang sesuai kriteria KUHAP yakni berupa surat dan juga saksi atau bukti petunjuk yakni keterangan ahli,” kata Solahudin. Untuk keterangan ahli saat dalam proses penyidikan bukanlah suatu yang mutlak harus dilakukan karena keterangan ahli nantinya hakim yang akan menentukan." Jadi ahli ini cukup didatangkan saat dalam persidangan," imbuhnya. Dijelaskan Solahudin, untuk dua alat bukti harus memenuhi dua kriteria yakni valid dan relevan. Dimana masing-masing kriteria mempunyai pengertian yang mempunyai hubungan dengan perkara. "Pengertian valid disini adalah kapan dan bagaimana cara memperoleh alat bukti. Dan relevan adalah yang dijadikan bukti harus berhubungan langsung dengan delik yang disangkakan," jelasnya. Masih kata Solahudin, ia menyatakan bahwa untuk menentukan suatu peristiwa ada unsur pidana atau tidak maka penyidik harus menguasai penalaran hukum dan logika hukum. "Bernalar dan berlogika hukum ini menjadi penting dikuasai oleh penyidik sebab rumusan suatu undang-undang banyak dirumuskan sedemikian rupa tapi penjelasannya cukup jelas," terangnya. Untuk diketahui, dugaan tindak pidana yang dilakukan Hendrawan Teguh dkk ini terjadi pada 12 Juni 2020 lalu sekitar pukul 14.00. Saat itu rumah pemohon praperadilan (David) didatangi oleh beberapa orang diduga atas perintah termohon praperadilan. Saat mendatangi rumah pemohon praperadilan itu, beberapa orang yang diduga suruhan dari termohon praperadilan menuduh istri David yakni Debora Wirastuti Setyaningsih melakukan penggelapan uang perusahaan. Atas tuduhan itu, salah seorang oknum polisi berinisial TH bersama orang yang disinyalir suruhan termohon praperadilan mengambil barang-barang milik pemohon praperadilan dan menyuruh Debora untuk menandatangani kuitansi kosong. Selanjutnya orang-orang tersebut juga membawa Debora untuk menunjukkan rumah Fitri, salah seorang karyawan termohon praperadilan. Kemudian, Debora dan Fitri dibawa ke kantor termohon yakni PT Elmi Cahaya Cendikia dan selanjutnya terjadi penyekapan selama beberapa jam. Atas peristiwa itu, David akhirnya melaporkan ke Polrestabes Surabaya dengan tanda bukti lapor nomor LP/B546/VI/RES.1.8/2020/Jatim/Restabes SBY tertanggal 13 Juni 2020. (mg5).
Sumber: