Sidang Penggelapan Rp 442 Juta di RS William Booth, Sundari Disebut-sebut Bantu Terdakwa

Sidang Penggelapan Rp 442 Juta di RS William Booth, Sundari Disebut-sebut Bantu Terdakwa

Surabaya, memorandum.co.id - Sri Sundari Riwayati, disebut-sebut oleh Rina Hernawati, terdakwa dalam perkara penggelapan dalam jabatan mantan karyawan RS William Booth Surabaya, saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dalam keterangannya, terdakwa mengatakan bahwa Sri Sundari merupakan kasir operasional yang berkomunikasi langsung dengan keluarga pasien. “Saya tidak melakukan sendiri. Ada teman saya yang membantu saya. Namanya Sri Sundari. Jadi setiap ada transaksi dari pasien, dia (Sundari) pasti menghubungi saya,” kata terdakwa saat ditanya Ketua Majelis Hakim Martin Ginting, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (5/4/2021). Bahkan dia mengakui kalau setiap terjadi transaksi, Sundari juga mendapat bagian. Pun termasuk transaksi yang dilakukan tidak hanya menggunakan rekening terdakwa. Melainkan menggunakan rekening milik Sundari. Sementara itu, penasihat hukum (PH) terdakwa Amin Santoso menyayangkan kalau dalam kasus ini hanya Rina yang ditahan. Padahal, sesuai keterangan terdakwa, saat dia melakukan aksinya mulai 2014 sampai 2020, dirinya dibantu oleh Sundari. Sundari tidak dilaporkan oleh manajemen rumah sakit. Lantaran, dia akan mengembalikan uang yang telah diambilnya, dengan cara mencicil. “Terdakwa sebenarnya juga akan mencicil uang tersebut. Tapi, belum sempat bicara, dia langsung dilaporkan ke polisi,” jelasnya. Keterlibatan Sundari tidak hanya diungkapkan oleh terdakwa. Dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) Edwin Higgi juga menjelaskan kalau Sundari terlibat dalam kasus penggelapan ini. “Klien saya ini sebenarnya di korbankan. Harusnya kan berdua mereka ditangkap,” ungkapnya. Keduanya pasti bagi rata setiap kali melakukan aksinya. Sehingga, kerugian rumah sakit Rp 442 juta itu tidak hanya dinikmati oleh terdakwa. “Setiap transaksi, 50 persen terdakwa akan berikan kepada Sundari,” ungkapnya. Termasuk cek dan stempel dalam keterangan saksi Sri Prihatini dalam persidangan. Bukan terdakwa yang memegang. Melainkan ada bagian lain yang berkuasa memegang. Sehingga, ia berkesimpulan kalau dalam kasus ini, ada keterlibatan orang lain yang sengaja disembunyikan. Sebelumnya, dalam persidangan hari ini, saksi Sri Prihatini diperiksa sebagai saksi. Ia merupakan kasir pusat. Dia mencatat keluar masuknya uang di rumah sakit. Sama halnya yang dilakukan terdakwa. Tapi yang bertanggung jawab adalah terdakwa. Karena, terdakwa mendapatkan kepercayaan lebih dari rumah sakit. Tidak hanya menjabat sebagai Kepala Unit Akuntansi. Tapi juga bagian Pelaksana Tugas (Plt) bagian keuangan. “Ibu Rina bertanggung jawab atas dua jabatan itu,” celetuknya. Dijelaskan, kalau awalnya hanya cek yang ketahuan oleh manajemen rumah sakit. Namun, setelah didalami, barulah ketahuan penggelapan itu dilakukan dari bilyet giro (BG) dan di mesin electronic data capture (EDC). “Pimpinan kami mantan polisi. Sehingga, setelah diketahui kalau ada penggelapan uang dari cek tersebut. Ia langsung melakukan penelusuran. Akhirnya ditemukanlah di BG dan mesin EDC. Kalau saya hanya pegang bukti cek saja,” ungkapnya. “Kalau bukti di BG dan mesin EDC itu manajemen yang temukan. Kalau saya hanya menemukan cek. Jadi kalau dua bukti itu, saya tidak mengetahui persisnya. Saya hanya membawa bukti dari cek yang saya temukan. Yaitu cek tersebut dipakai tidak berurutan. Terdakwa mengambil di tengah dan di belakang,” tambahnya. Terdakwa sebenarnya sudah mengakui perbuatannya kepada manajemen. Bahkan dia mengungkapkan alasannya menggelapkan uang rumah sakit. Tapi, sampai sekarang, terdakwa tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan uang tersebut. “Sama sekali tidak ada,” tandasnya. (mg-5/fer)

Sumber: