Ditawari Kerja Berpenghasilan Tinggi di Rumah Hiburan

Ditawari Kerja Berpenghasilan Tinggi di Rumah Hiburan

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Dari televisi, Nia akhirnya tahu bahwa barang di saku baju Toni yang dia buang—kemungkinan—adalah sabu-sabu. Makanya Toni marah besar, lha wong harga satu gramnya sangat mahal, lebih dari Rp 1 juta. Lebih mahal dari emas. Emas Dubai sekali pun. Sejak itu Nia baru tahu suaminya terlibat peredaran atau minimal pemakaian benda-benda terlarang. Risikonya penjara. Nia sangat ngeri. Pertanyaannya, dari mana Toni mendapatkannya? Agar masalah ini tidak berbuntut penyesalan, Nia pelan-pelan membicarakannya vs Toni. Tapi, apa yang terjadi? Toni malah tersinggung. Marah. Marah besar, bahkan. Bukan marah biasa seperti yang hampir setiap saat dilihat Nia. Kali ini pakai ancam mengancam segala: kalau Nia masih turut campur masalah ini, Toni tidak segan-segan akan bertindak. Toni akan menceraikannya! Nia keder. Dia tidak ingin ditinggalkan walau sang suami terlalu sering menyakitkan. Apalagi, di antara mereka sudah anak hasil perkawinan. Dengan cara apa pun Nia akan berusaha mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka. Yang masih Nia pikirkan, siapa perempuan bernama Say—seperti dia lihat di panggilan HP Toni—yang teleponnya pernah dia terima? Mungkinkah dia wanita idaman lain Toni? Atau teman nakal Toni dalam bermain narkoba? Untuk menjawab pertanyaan ini, juga sekalian menjawab pertanyaan dari mana Toni mendapatkan sabu, Nia mencoba mencari informasi tentang pekerjaan Toni. Perusahaannya bergerak dalam bidang apa? Di mana? Dll. Dsb. Dst. Suatu saat Nia membuntuti Toni ketika berangkat kerja. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil karena laju motor Nia selalu kalah cepat dibanding laju motor Toni. Motornya selalu tertinggal. Selain lebih jelek—karena dibeli bekas, beda dengan motor Toni yang relatif baru; Nia juga tidak bisa selincah Toni dalam membedah kemacetan jalan-jalan di Surabaya. Tidak berputus asa, Nia mencari tukang ojek yang motornya terlihat bisa berlari kencang. Agak sulit, tapi akhirnya dapat. Nia lantas janjian dengan driver ojek tadi untuk membuntuti Toni. Singkat cerita, tak lama berselang Nia mengetahui tempat kerja Toni. Di sebuah kompleks pertokoan. Dari luar tampak sepi-sepi saja, tapi yang datang dan pergi selalu silih berganti. Untuk memastikan tempat apa itu, suatu saat Nia nekat mencari informasi dari penjaga pos masuk kompleks pertokoan tadi. “Oh, itu tempat hiburan Mbak. Bukanya hanya malam hari. Lengkap. Ada karaoke. Ada diskotek. Ada panti pijat. Dll. Mbak mau melamar kerja tah? Ndakpapa saya anter,” tawar lelaki paruh baya itu. Lelaki tadi juga mengatakan bahwa sangat enak kerja di tempat ini. Pekerjaannya ringan tapi pendapatannya besar. “Gajinya saja sudah besar, apalagi ditambah tips-tips dari para tamu. Kalau pandai, kita juga bisa mendapatkan pemasukan lain. Enak Mbak kerja di tempat itu,” tambah si penjaga pos seperti mempromosikan tempat hiburan itu. Nia yang masih memakai helm tidak menanggapi omongan lelaki tadi. Dia segera pamit. Pada saat bersamaan, dari arah jalan raya masuk sebuah mobil. Sedan kecil. Saat mendekat, kaca jendelanya terbuka. Sopirnya seorang perempuan. Cantik. Dia mengulurkan kartu sesuatu. Nasi bungkus atau gorengan. Nia memperhatikan wajah perempuan tadi. “Sepertinya aku kenal orang ini. Tapi, siapa ya?” batin Nia. (bersambung)

Sumber: