Kasus Salah Transfer BCA, Ardi Pratama Akhirnya Akui Bersalah
Surabaya, memorandum.co.id - Setelah sempat berbelit-belit selama persidangan, terdakwa kasus penerima dana salah transfer dari Bank Central Asia (BCA) Citraland Surabaya senilai Rp 51 juta, Ardi Pratama akhirnya mengaku bersalah. Terdakwa yang tinggal di Jalan Manukan Lor Gang I, ini merasa bersalah setelah jaksa penuntut umum (JPU) Gede Willy Pramana diminta oleh hakim Johanes Hehamony membeberkan aliran dana salah transfer yang masuk dalam rekening terdakwa habis dalam satu hari, yang digunakan untuk membayar utang dan membiayai kebutuhan hidupnya. Permintaan hakim Johanes Hehamony ini didasarkan adanya kontradiksi keterangan dua saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Yakni Bani Andri Rustanto, rekan bisnis terdakwa dalam jual beli mobil dan Halimah, ibu kandung terdakwa. Dalam keterangannya, saksi Bani Andri Rustanto menjelaskan, telah beberapa kali melakukan kerja sama jual beli mobil mewah dengan terdakwa dan sistem pembagian hasilnya tidak pernah ditransfer melainkan tunai. Dan terakhir kali, saksi memberikan komisi Rp 5 juta atas penjualan mobil merek Toyota Alphard pada Maret 2020. Dari sinilah baru diketahui jika terdakwa sudah tidak pernah lagi menerima komisi dari pihak manapun, namun terdakwa tetap bersikukuh jika uang salah transfer itu merupakan uang komisi dari penjualan mobil. "Saudara tetap merasa ini yang komisi ya. Saudara boleh mempertahankan pendapat saudara, tapi unsur pidana ini adalah soal tempus. Uang dalam rekening habis dalam sehari," kata hakim Johanes Hehamony saat pemeriksaan terdakwa di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (16/3/2021). Tak lama kemudian, terdakwa mengaku bersalah dan meminta maaf. Ia pun masih sanggup untuk membayar dana salah transfer itu dengan cara mengangsur. "Iya saya memang bersalah," pungkas terdakwa Ardi Pratama diakhir persidangan. Usai persidangan, Jaksa I Gede Willy Pramana mengatakan, pengakuan bersalah terdakwa Ardi Pratama saat didengarkan keterangan semakin menguatkan surat dakwaannya terkait unsur pasal 85 UU No 3/2011 tentang transfer dana telah terbukti. "Dalam teorinya disebut delik pro parte dolus pro parte colpus, tidak perlu terdakwa mengetahui secara keseluruhan, cukup terdakwa dapat menduga uang itu bukan merupakan hak dari terdakwa maka unsur tersebut telah terpenuhi, terlebih lagi jika terdakwa mengetahui dan menghendaki, maka terpenuhi opzet tindak pidananya," kata jaksa yang akrab disapa Willy. Sementara itu, Hendrik Kurniawan, penasihat hukum terdakwa Ardi Pratama meyakini kliennya tidak bersalah. "Di mana salahnya, apakah orang yang mengambil uang dari rekeningnya sendiri dapat disalahkan," tandas Hendrik. Untuk diketahui, persidangan kasus salah transfer ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis (18/3/2021) dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari jaksa I Gede Willy Pramana. Kasus ini bermula saat terdakwa mendapatkan transfer masuk uang sebesar Rp 51 juta ke rekeningnya pada Maret 2020. Adi menyangka uang itu adalah hasil komisinya sebagai makelar mobil mewah. Sepuluh hari berselang, rumah Adi di Jalan Manukan Lor I, didatangi dua pegawai BCA Catur Ida dan Nur Chuzaimah. Mereka mengatakan, bahwa uang senilai Rp 51 juta itu telah salah transfer dan masuk ke rekening Adi. Sayangnya uang itu terlanjur terpakai Adi. Seorang pegawai BCA, Nur Chuzaimah kemudian melaporkan Adi Pratama pada Agustus 2020. Lalu pada November 2020, Adi Pratama ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan tuduhan pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011. (mg-5/fer)
Sumber: