Derita Pria Paruh Baya Menghadapi Anak-Menantu Milenial (2)

Derita Pria Paruh Baya Menghadapi Anak-Menantu Milenial (2)

Ke Dukun Membawa Kembang 7 Rupa dan Air 7 Sumur

Hani memang selalu menggoda orang tua. Dia pernah pulang setelah dua minggu menghilang. Bersama Rendra. Berduaan. Saat ditanya ke mana saja, Hani hanya menjawab pergi. Pokoknya pergi. Agar jauh dari rumah. Agar tidak dimarahi mulu. Danar mengelus dada. Yang mengagetkan, Hani yang sebelumnya tidak pernah mabuk, kini membuka pintu pagar saja sempoyongan. Terlihat Rendra baru saja menurunkan Hani di gang depan rumah. Dan tak menyapa. Motornya sleyat-slesyot hampir masuk selokan. Danar melihat semua kenyataan itu dengan hati teriris. Perih. Pedih. Ingin rasanya disambar petir dan mati seketika itu juga. Agar bebas dari segala derita. Bebas dari tanggung jawab yang menyesakkan. Di titik keputusasaannya, Danar menempuh jalan tanpa logika. Mendatangi orang pintar. Paranormal. Dukun. Dia minta tolong dicarikan jalan keluar dari berbagai masalah yang dia hadapi. Berbagai syarat dan prasyarat harus dia penuhi. Antara lain, membawa kembang tujuh rupa, air tujuh sumur, ayam hitam mulus, dan kain jarik yang pernah dipakai untuk menyelimuti orang mati. Kalau merasa tidak mampu mencari barang-barang tadi, sang paranormal sanggup mencarikannya dengan mahar sejumlah uang yang nilainya lumayan besar. Karena ingin anaknya berubah, Danar dengan berat hati menyerahkan duit tabungannya. “Sebenarnya hati ini berat. Dan ragu. Tapi, saya ingin Hani sembuh dari pengaruh buruk Rendra,” kata Danar. Lantas, apa yang kemudian terjadi? Apa yang diangan-angankan Danar jauh api dari panggang. Tidak berapa lama kemudian justru bencana lebih besar menimpa Danar: Hani hamil. Pengakuan Hani, pemilik benih yang tumbuh di rahimnya adalah Rendra, pemuda yang paling dia benci. Pengangguran luntang-lantung yang meresahkan hampir seluruh penduduk kampung. Namun, pengakuan Rendra berbeda. Dia mengatakan bahwa malam itu tidak hanya dirinya yang berhubungan intim dengan Hani. Ada sekitar enam teman yang menanamkan benih di rahim Hani. Kepala Danar rasanya mau pecah. Cenut-cenut hendak meledak. Otaknya sudah tidak bisa diajak berpikir jernih. Yang ada dalam benaknya hanya ingin secepatnya mengakhiri hidup. Ketika melihat pembersih lantai, Danar terdorong meminumnya agar perutnya ambyar dan nyawanya melayang. Saat melihat pisau, Danar terdorong memotong nadinya agar darah di sekujur tubuh terkuras habis dan nyawanya melayan. Begitu seterusnya. Kenyataan pahit itu ditimpa dorongan para tetangga agar Danar segera mendatangi Rendra dan minta pertanggungjawaban pemuda tersebut. Mereka tidak percaya alasan Rendra bahwa bukan hanya dirinya yang mengintimi Hanik. Itu hanya alasan untuk mengelak dari tanggung jawab. (jos, bersambung)   Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: