Bos PT Warna Warni Investama Jadi Saksi Korban Kasus Pencemaran Nama Baik

Bos PT Warna Warni Investama Jadi Saksi Korban Kasus Pencemaran Nama Baik

Surabaya, memorandum.co.id  - Triandy Gunawan, bos PT Warna Warni Investama, menjalani sidang sebagai saksi korban dalam perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Edy Siswanto dan Siti Ruliyati (berkas terpisah), di ruang Tirta 2, Pengadilan Negeri Surabaya. Direktur pengembang apartemen Gunawangsa itu bersaksi, setelah melaporkan dua terdakwa karena mencemarkan nama baiknya terkait pembangunan apartemen di Jalan Tidar no. 350 Surabaya. Ketua Majelis Hakim Khusaeni, setelah membuka persidangan yang sempat diskors lantaran saksi terlambat datang, memberikan iimbauan agar perkara ini diselesaikan secara damai yaitu dengan mediasi ulang. "Setuju apa enggak ? Tapi tetap kita lanjutkan persidangan. Perkaranya tetap diperiksa. Kalau memang terbukti bersalah ya salah. Sebagai bahan pertimbangan hakim saja," kata hakim Khusaeni, Kamis (17/12/2020). Atas imbauan ini, baik terdakwa dan saksi korban berencana mempertimbangkan melakukan mediasi ulang. Kemudian, hakim melanjutkan persidangan memeriksa korban, Triandy Gunawan. Dalam keterangannya, korban menyampaikan awal mula ia laporkan para terdakwa setelah didemo berulang-ulang dan menyerang kehormatannya dalam hal nama baik dan reputasinya. " Saya dikatakan, kamu akan runtuh sampai akar-akarmu. Kamu akan runtuh sampai antek-antekmu. Kamu akan runtuh dengan aparat-aparat yang membelamu," jelas saksi. Menurut pengakuannya, masih kata Triandy, ia mendapatkan bukti dicemarkan nama baiknya berupa beberapa rekaman video yang menyudutkan dirinya sebagai pengusaha. "Saya dapat berupa rekaman video dan sudah ditranslatekan. Ada beberapa rekaman video, saya dituduh, dikatakan terkutuk. Terkutuklah engkau Andi, beserta keluargamu, anjing-anjingmu, dan babi-babimu. Begitu isi rekamannya," imbuh saksi saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yusuf Akbar Amin. Lebih lanjut, saksi mengaku sempat melakukan mediasi dengan para warga. Akan tetapi, karena permintaan warga sebesar lebih kurang Rp 100 miliar, akhirnya tidak terjadi kesepakatan. "Padahal saya sudah bayarkan sesuai perhitungan yakni sebesar Rp 800 juta. Saya ada tanda terimanya. Memang saya tidak turun langsung membayarkan. Saya melalui anak buah saya. Memang ada beberapa yang menemui saya dan saya bayarkan langsung,"terangnya. Atas keterangan saksi, kedua terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, Agus Suseno dan Suratno, menanggapinya dengan kata salah. " Salah Pak Hakim,"ujar kedua terdakwa. Usai sidang, Agus Suseno, saat dikonfirmasi terkait jalannya persidangan menyampaikan bahwa jawaban saksi korban terlalu melebar. "Dari saksi korban menjelaskan terlalu lebar. Saya tanya A dan B, saksi jawab C sampai Z. Perkara ini awalnya muncul dari masalah hukum keperdataan. Karena mau tidak mau ganti rugi itu terkait dengan perbuatan melawan hukum keterkaitannya dengan perdata," beber pengacara dari LKBH Trisena Java Justicia. Terkait dengan fakta persidangan saksi korban menyebut permintaan warga hingga lebih kurang Rp. 100 miliar untuk ganti rugi rumah warga yang terdampak akibat pembangunan apartemen Gunawangsa, Agus mengaku tidak mengetahuinya. " Saya tidak tahu. Saya baru beracara untuk perkara ini ya sekarang,"ujarnya. Sedangkan untuk unsur pidana, Agus mengatakan pasal yang didakwakan kepada kliennya dirasa keliru. Seharusnya pasal yang didakwakan adalah 315, bukan 310 atau 311 KUHP. "Tadi kan sudah jelas disampaikan oleh majelis hakim. Apakah kalimat yang disampaikan para terdakwa mengandung unsur-unsur seperti yang didakwakan jaksa pasal 311 dan 310. Sehingga majelis hakim membutuhkan keterangan ahli. Statemen kami, majelis hakim masih ada keragu-raguan karena masih membutuhkan keterangan ahli. Kami meyakini pasal-pasal yang didakwakan tidak masuk. Mestinya pasal 315, yakni penghinaan ringan,"ungkap dia. Terpisah, Triandy Gunawan, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa ia sudah memberikan yang terbaik berupa tali asih. Ia mengaku telah memberikan kompensasi perbaikan rumah bangunan yang rusak. Akan tetapi, dalam fakta persidangan tidak diakui oleh para terdakwa. "Kalau bilang yang tidak diakui, saya punya video Rp 101 miliar minta uang itu darimana. Masa ga bisa diakui," katanya. Terkait imbauan mediasi, Triandy mengatakan bahwa para warga saat ini melakukan upaya hukum keperdataan. Menurutnya, ruang maaf masih terbuka, akan tetapi maaf tersebut bukan untuk kemudian dirinya ditekan dengan meminta uang yang banyak. " Kalau selama itu wajar, kami welcome. Bahkan kami berdayakan, banyak warga yang bekerja di tempat kita. Ada yang jadi kontraktor yang mengurus limbah,"tandasnya. (Mg5/udi).

Sumber: