Ada ‘Sutradara’ di Perkara Pendeta Hanny Layantara

Ada ‘Sutradara’ di Perkara Pendeta Hanny Layantara

Surabaya, memorandum.co.id  - Website Mahkamah Agung (MA) diduga terlalu cepat mempublikasikan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 1342/Pidsus/2020/PT SBY. Sebab, saat dicek di PTSP (pelayanan terpadu satu pintu) Pengadilan Tinggi Surabaya, perkara tersebut ternyata belum putus. Dalam website MA (putusan.mahkamah.agung.go.id) pada 27 November 2020, terpublikasi sebuah putusan Pengadilan Tinggi yang tertanggal 25 November 2020. Putusan tersebut, terkait dengan perkara terdakwa pendeta Hanny Layantara, yang sebelumnya diputus 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Adi Warman, penasihat hukum pendeta Hanny Layantara menyampaikan kecurigaannya terkait sutradara dibalik perkara peristiwa tersebut. "Diduga ada sutradara dalam perkara klien saya. Karena hanya dalam waktu 3 kali 24 jam, website Mahkamah Agung secara cepat mem-publishnya," kata Adi saat jumpa pers dengan puluhan awak media di Surabaya, Kamis (10/12/2020). Selain itu, pengacara yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi itu menyampaikan beberapa kejanggalan terkait kasus kliennya. "Kami menduga ada kejanggalan berupa penyembunyian terhadap berkas memori banding dan kontra memori banding yang kami ajukan ke Pengadilan Tinggi, melalui Pengadilan Negeri Surabaya pada 26 Oktober 2020. Padahal kami juga mengajukan langsung ke PTSP Pengadilan Tinggi pada 4 November 2020," terangnya. Menurut Adi, dugaan penyelundupan itu terkait berkas memori dan kontra memori banding dari penasihat hukum yang lama, (padahal sudah dicabut oleh terdakwa pada 22 Oktober 2020) kemudian dijadikan pertimbangan hukum oleh majelis hakim yang diketuai Siswandriyono dalam mengambil putusan. "Ini mencerminkan adanya unsur kesengajaan dan kekurang hati-hatian dari pihak-pihak terkait dalam perkara ini yang membuat terdakwa dirugikan. Antara lain, terdakwa akhirnya divonis 11 tahun penjara,"jelasnya. Sementara itu, terkait dengan substansi putusan Pengadilan Tinggi, Adi menilai ada penyimpangan yang terjadi. Menurutnya, majelis hakim tidak menerapkan pasal 78 KUHP tentang Kedaluwarsa. "Hakim menerapkan pasal pidana tidak sebagaimana mestinya. Proses pemeriksaan dan mengadili tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau surat edaran Mahkamah Agung. Selain itu, diduga ada penerapan pasal yang tidak diminta oleh jaksa,"beber dia. Atas kejanggalan-kejanggalan tersebut, Adi mengaku telah melaporkannya ke Badan Pengawas (Bawas). Dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan. "Dalam waktu dekat ada pemeriksaan,"akunya. Adi juga mengabarkan bahwa pada hari ini (10/12/2020), ia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. "Alhamdulillah pada hari ini kami kuasa hukum pak Hanny Layantara telah mengajukan permohonan kasasi,"tandasnya. (mg-5/fer)

Sumber: