Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (4)

Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (4)

Dipinang Pemuda Bos Properti, Diajak Nikah Secepat-cepatnya

Tavif sangat kaget mendengar usul Hantin untuk menikah two in one. Satu suami dua istri. Dia pandangi mata Hantin. Tajam. Ada tanda tanya besar tergambar dari sorot itu. Juga ketidakmengertian. Yang dipandang bergeming. Tetap diam. Mematung, Sepertinya sengaja memberi kesempatan Tavif berpikir. Namun, jangankan memberi tanggapan, Tavif malah bertahan menunduk. Matanya memandang deretan semut hitam mengusung bangkai lalat. Kompak. Kadang mundur, kadang maju serempak. “Lihat semut-semut ini. Seperti kita. Kompak. Tapi, tidak selamanya kita bisa selalu bersatu seperti mereka,” tutur Tavif. “Kenapa? Apa yang menyebabkan kita tidak bisa seperti mereka? Kematian? Biar hal itu yang menjadi satu-satunya pemisah kita. Bukan perkawinan seperti yang kau bayangkan. Aku tahu isi hatimu. Iya kan?” kata Hantin sok tahu sambil menyentuh pundak Tavif. “Masalahnya, apakah orang tua kita setuju dengan pikiran gila ini?” “Harus setuju!” tegas Hantin, “Jujur saja, siapakah cowok yang kau taksir?” Tavif balas memandang mata Hantin. Seperti menakar kedalaman arti pertanyaan sahabat karibnya itu, “Selama ini hatiku sudah menentukan pilihan. Tapi aku tidak berani mengungkapkannya. Juga kepadamu. Aku juga belum yakin, apakah dia punya perasaan yang sama kepadaku.” “Siapa?” “Handoyo.” “Handoyo bos properti?” “Ya. Panggilannya Doyok. Mas Doyok,” tutur Tavif sambil menunduk. Tiba-tiba  tawa Hantin meledak. Seperti helilintar membelah puncak Merapi. Wkwkwk wcwcwc... plung, jedher! “Han, dengar. Dua hari lalu Mas Doyok menemuiku. Bilang ingin meminangku. To the point mengajak menikah secepatnya,” cerita Tavif dengan mata berbinar. “Tapi aku minta waktu sepekan untuk menjawabnya,” imbuhnya. “Menurutmu gimana?” kata Tavif minta pertimbangan. “Terima saja,” tegas Hantin. “Tapi, dengan syarat sekalian bersedia menikahiku juga. Sekali mendayung dua pulau terlampai. Sekali ijab kabul, sekaligus dapat dua istri. Hebat kan?” Tanpa terasa keringat dingin mulai membasahi dada dan perut Tavif. Pelan-pelan menjalar ke punggung, tengkuk, dan akhirnya ke dahi. Anak tunggal pemilik toko kelontong sederhana di Karangpilang itu mendesah pelan. Bersamaan dengan itu, kesunyian pelan-pelan mengambil alih keceriaan yang sebelumnya  merebak di antara mereka. Mulut keduanya mendadak terkunci. Mata mereka bagai bola liar yang menggelinding tak tentu arah. “Kamu mengenalnya?” tanya Tavif. “Tidak. Hanya sering mendengar namanya. Jangan pikirkan perasaanku. Apa pun yang kau sukai pasti aku sukai juga.” “Tapi, kali ini kita bukan membicarakan benda atau mainan seperti boneka, tas, jam tangan, atau hobi seperti renang dan senam,” tutur Tavif tegas mencoba mengingatkan. Tavif menambahkan, “Kalau orang tua kita atau Mas Doyok tidak setuju? Apa yang harus kita lakukan?” (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih      

Sumber: