Peniup Sempritan

Peniup Sempritan

Oleh: Dahlan Iskan BELUM juga ada tanda-tanda Donald Trump mengaku kalah. Bahkan kian menguat perlawanannya. Di masa injury time seperti ini ia masih melakukan reshuffle kabinet. Menteri Pertahanan Mark Esper –yang baru bertemu Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subiyanto itu– dicopot. Beberapa pejabat di Pentagon juga diganti. Langkah ini sangat mencurigakan: Trump akan melakukan apa? Serangan ke Iran? Ke Laut Tiongkok Selatan? Ke Korea Utara? Apa pun Trump masih berstatus Presiden Amerika Serikat. Ia punya prinsip kuat  tetap sebagai presiden setidaknya sampai tanggal 20 Januari 2021. Masa jabatan presiden itu empat tahun penuh. Tidak ada istilah injury time dalam konstitusi. Presiden Trump juga minta agar proses transisi diabaikan. Pejabat Gedung Putih yang biasa menangani proses transisi tidak boleh melayani tim transisi Joe Biden. Trump juga belum ada rencana  untuk mengundang Biden ke Gedung Putih. Biasanya presiden Amerika mengundang pemenang Pilpres untuk acara minum teh di Gedung Putih. Kian kuat kecenderungan proses transisi kepemimpinan puncak di Amerika bermasalah. Wartawan pun tergelitik untuk memancing Trump soal transisi itu. Setidaknya memancing Menlu Mike Pompeo. "Apakah transisi pemerintahan nanti dijamin lancar?" tanya wartawan. Jawab Pompeo sungguh mengejutkan. "Dijamin lancar....," ujar Pompeo... "transisi kepada periode kedua pemerintahan ini." Tidak ada nada bergurau dalam jawaban Pompeo itu. Bahkan jawaban itu didukung oleh Presiden Trump sendiri –lewat retweet keesokan harinya. Bagaimana dengan perkembangan di lapangan? Sidang gugatan tim kampanye Trump sudah ada yang mulai disidangkan. Di Pennsylvania. Agak ''kacau''. Pengacara tim Trump sendiri menjawab dengan keterangan yang merugikan Trump. Ketika hakim bertanya apakah ada kecurangan di proses pemilu ini, sang pengacara mengatakan ''sampai detik ini saya tidak melihat''. Rupanya sumber informasi bahwa di Pemilu kali ini terjadi kecurangan berasal dari pengakuan seorang pegawai kantor pos. Namanya: Richard Hopkins. Pengakuan Hopkins itu viral luar biasa. Jadi pegangan para pengikut Trump. Apalagi video yang beredar itu sangat meyakinkan. Isinya: Hopkins bersaksi bahwa pegawai kantor pos diinstruksikan untuk mengubah kartu suara. Surat suara yang dikirim setelah tanggal 3 November agar diberi stempel pos tanggal 3 November. Dengan demikian surat suara yang mestinya tidak boleh lagi dihitung itu bisa tetap dihitung. Hopkins adalah pegawai kantor pos di kota Erie, Pennsylvania. Begitu hebatnya Hopkins bersaksi sehingga ia sempat mendapat gelar heroik: sang whistle blower. Si peniup sempritan. Sang pembongkar kejahatan Pilpres. Para tokoh Partai Republik berani bersuara keras berpegang pada kesaksian Hopkins itu. Pompeo bersuara lantang berdasar kesaksian itu pula. Presiden Trump sendiri menganggap Hopkins sebagai seorang patriot sejati. Kemarin pagi, Richard Hopkins mencabut kesaksiannya itu. Ia mengaku telah berbohong. Kecurangan seperti itu tidak pernah ada. Ia pun lantas berhenti dari pekerjaannya itu. Begitulah Washington Post menulis. Setelah pencabutan itu keadaan pun berubah menjadi limbung. Hopkins tidak mengira bahwa FBI mengusut dengan serius tuduhan kecurangan Pemilu. Para saksi yang mengatakan Pemilu ini curang dimintai keterangan. Sebelum diperiksa itulah Hopkins mencabut pernyataannya. Ia memang tidak bisa melengkapi kesaksiannya dengan bukti. Tapi pendukung Trump sudah telanjur percaya Pilpres ini curang. Menurut New York Times, 70 persen anggota Partai Republik percaya bahwa Pilpres ini tidak beres. Ini ancaman serius bagi kepercayaan publik pada lembaga penyelenggara Pemilu. Belum pernah terjadi  seperti ini. Biasanya kepercayaan pada proses Pilpres di Amerika nyaris 100 persen. Hebatnya, seberapa ruwet pun Pilpres di sana, tanggal 1 Desember nanti sudah harus ada kepastian. Tapi bagaimana kalau Trump tetap tidak mau menyerahkan kekuasaan? Bagi Amerika, itu tidak ada masalah sama sekali. Begitu tanggal 1 Desember presiden baru ditetapkan, semuanya akan berubah dengan sendirinya. Militer dan CIA relatif independen di sana. Sejak tanggal itu militer membagi diri. Demikian juga CIA. Ada yang bertugas mengamankan presiden lama, ada yang mengamankan presiden baru. CIA pun demikian. Tiap hari laporan rahasia negara tidak hanya diberikan ke presiden lama, tapi juga ke presiden baru. Dan.... Begitu Biden dilantik tanggal 20 Januari depan, militer dan CIA tidak lagi memedulikan Trump. Ia  sudah dianggap menjadi orang biasa. Yang tidak boleh menerima fasilitas negara. Sejak hari itu tidak ada lagi pelayanan keamanan, pelayanan pegawai, pelayanan keuangan dan pelayanan apa pun untuk Trump. Kalau pun Trump tidak mau keluar dari Gedung Putih Trump tidak akan disediakan makanan dan minuman lagi di situ. Juga tidak ada staf yang melayaninya. Ia juga tidak boleh pakai telepon dan listrik. Tidak boleh pula pakai toilet Gedung Putih. Biden untuk sementara bisa berkantor di Pentagon atau di salah satu kementerian. Toh tidak akan lama. Hanya sambil menunggu Trump berjalan sempoyongan keluar dari Gedung Putih untuk membeli minuman di pinggir jalan.(*)

Sumber: