Guru Besar ITS Akui Keberhasilan Penataan Kawasan Kumuh di Surabaya

Guru Besar ITS Akui Keberhasilan Penataan Kawasan Kumuh di Surabaya

Surabaya, memorandum.co.id – Topik penataan kawasan kumuh yang muncul di debat publik perdana calon wali kota dan calon wakil wali kota (cawali-cawawali) Surabaya masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Di mana Cawali Eri Cahyadi menyebut bahwa kawasan kumuh di Surabaya telah jauh berkurang. Namun, Cawali Machfud Arifin beberapa kali mengkritik masih adanya kawasan yang dia nilai tak tertata di Surabaya dalam debat tersebut. Ahli permukiman dan perkotaan Prof Dr Ir Johan Silas mengatakan, pernyataan Eri sudah tepat. Data Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), juga menyatakan kawasan kumuh di Surabaya sudah 0 persen. “Di Direktorat Jenderal Cipta Karya itu ada yang namanya program Kotaku, yakni Kota Tanpa Kumuh. Tim ini yang mengeluarkan data yang menyebut Surabaya kawasan kumuhnya sudah 0 persen. Tim ini milik pemerintah pusat. Pemkot tidak ikut cawe-cawe. Setahu saya, angka persisnya 0,3 persen. Karena sangat kecil, maka dianggap 0 persen,” ujar Johan Silas yang merupakan akademisi ITS, Minggu (8/11/2020). Berdasarkan data program Kotaku Kementerian PUPR yang terangkum di Nota Dinas Nomor 02/ND/Cb16/Satker1/2020 tentang Laporan Capaian Pengurangan Kumuh Provinsi Jatim, luasan kawasan kumuh di Surabaya semula 151 hektare. Dalam beberapa tahun terakhir, penataan digenjot hingga berhasil ditekan sampai 0 persen pada 2019. “Dibanding kota-kota lain di Indonesia khususnya Jawa, penataan kampung di Surabaya yang paling baik. Di dunia ini tidak ada kota yang tidak ada kampung kumuhnya, meski kotanya sangat maju. Mulai di Paris, New York, Kyoto bahkan hingga di Dubai, itu ada kampung kumuhnya. Saya pernah ke kota-kota tersebut dan melihat kampung kumuhnya,” ungkapnya. Terkait adanya pihak yang tidak terima dengan pernyataan Eri yang menyebut kawasan kumuh Surabaya sudah 0 persen, Johan Silas memberikan saran agar mengirim surat ke Dirjen Cipta Karya. Sebab instansi tersebut yang telah mengeluarkan data 0 persen kawasan kumuh. Johan mengakui, memang di Kota Pahlawan ada beberapa daerah yang masih kumuh. Namun kumuhnya kawasan tersebut bukan berarti Pemkot Surabaya tidak mau melakukan penataan, tapi karena terbentur instansi lain. “Ada yang permukiman kumuh itu di kawasan rel PT KAI, Pelindo III dan pinggir sungai. Pemkot tidak bisa masuk ke sana, karena terbentur oleh intansi lain. Pemkot sudah beberapa kali melakukan penataan dan berhasil. Namun ada pula yang sulit seperti kawasan yang masuk milik PT KAI. Itu sulit, karena Daops VIII tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan,” tuturnya. Salah satu bukti jika penataan kota di Surabaya sangat baik dan diakui dunia, kata Johan Silas, adalah saat ditunjuk menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk permukiman dan pembangunan berkelanjutan, atau The Third Session of the Preparatory Committee for Habitat III (Prepcom 3 UN Habitat III), yang diikuti 193 negara anggota PBB. Dalam kesempatan itu, PBB memuji langsung penataan kota di Surabaya karena dianggap berhasil. “Kalau saya yang memberikan penilaian atau yang memuji pasti dibantah. Apalagi Eri Cahyadi. Tapi ini yang menilai orang lain, dari PBB. Makanya Konferensi PBB digelar di Surabaya, karena dianggap sebagai contoh kota-kota lain di dunia,” katanya. (fer/gus)

Sumber: