Bangga Awalnya, Menyesal Akhirnya

Bangga Awalnya, Menyesal Akhirnya

Oleh: Ali Murtadlo Anda dapat postingan ini? Menarik untuk jadi pelajaran kehidupan. '’Saya Doktor Hartono. Saya memperoleh S1 hingga S3 dari universitas ternama di Bandung. Izinkan saya membagikan pengalaman saya agar saya saja yang mengalaminya,’’ katanya. ‘’Awalnya, saya bangga sekali bisa menyekolahkan ketiga anak saya ke luar negeri. Mulai pembiayaannya, persiapannya, jurus suksesnya dan seterusnya. Saya membuat buku khusus tentang itu. Laris sekali karena berdasarkan pengalalaman nyata ketiga anak saya yang telah membuktikan keberhasilannya." ‘’Ya, saya akui, ketiga anak saya memang berhasil mendapat sekolah ternama di AS. Lulusannya pun cumlaude. Talent scout yang mencari anak-anak berbakat sejak dari kampus, menawarinya kerja di perusahaan ternama. Lulus langsung kerja di perusahaan Amerika. Saya bangga. Dan sering saya cerita-ceritakan,’’ katanya. ‘’Saya masih diminta ceramah di mana-mana sehubungan dengan buku saya, sukses kuliah dan kerja di luar neger itu," katanya. ‘’Saya baru menyadari kesalahan saya ketika istri saya sakit. Saya memberi tahu mereka untuk bisa menengok ke tanah air. Ternyata ketiganya tidak bisa datang. Anak pertama, katanya, sedang memimpin rapat triwulanan yang sangat penting. Anak kedua, sudah punya appointment yang sudah terjadwal setahun sebelumnya. Yang ketiga, sedang mengikuti management trainee yang tak mungkin ditinggalkan,’’ katanya. ‘’Saya memahami begitulah luar negeri. Alasan keluarga, termasuk ibunya sakit, tidak menjadi alasan utama yang bisa menyebabkan seseorang gampang memperoleh izin,’’ katanya ‘’Sebagai gantinya,’’ lanjutnya, ‘’saya selalu update perkembangan ibu mereka. Termasuk video call. Ya, mereka menangis, tapi tetap saja sulit untuk segera pulang." ‘’Sampai akhirnya berita itu datang. Ibu mereka tidak tertolong lagi. Meninggal dunia. Kali ini, mereka bisa pulang tapi setelah satu hari dua hari ibunya dimakamkan,’’ katanya. ‘’Saya benar-benar menyesal mengizinkan anak saya kerja di luar negeri. Saya juga menyesal membuat buku panduan itu. Saya tarik semuanya dari peredaran. Saya khawatir nanti menyesatkan orang. Membuat orang lain menyesal dan kecewa seperti halnya saya.’’ ‘’Saya akui memang saya terlalu duniawi. Saya sangat lalai terhadap ibadah. Begitu juga anak-anak saya. Menirukan orang tuanya. Kini, saya menyesali semuanya itu. Saya jual rumah saya yang di perumahan elit. Saya sekarang tinggal di perumahan yang ada masjidnya. Saya tinggal di situ. Saya belajar agama dari awal. Saya menikmati luar biasa. Saya memperoleh ketenangan di sini. Saya sering menangis mengapa dulu saya tidak mengajak istri saya tinggal di sini. Masjid adalah obat yang luar biasa tatkala kita ditinggal pergi orang-orang yang kita kasihi,’’ katanya. Ada pelajaran kehidupan dari sini. Silakan mengambil hikmahnya sendiri. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: