Ditutupnya Rumah Karaoke di Jarak-Dolly, Pakar Hukum : Pemkot Arogan

Ditutupnya Rumah Karaoke di Jarak-Dolly, Pakar Hukum : Pemkot Arogan

Surabaya, Memorandum.co.id - Gugatan warga Jarak-Dolly terhadap penutupan rumah karaoke oleh Pemkot Surabaya hingga berujung di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mendapat perhatian I Wayan Titib Sulaksana. Menurut pemerhati hukum dan juga pengajar di Universitas Airlangga (Unair) ini, bahwa sikap Pemkot Surabaya pada waktu itu dinilai arogan. “Saya melihatnya pemkot arogan,” ujar Wayan Titib, Selasa (27/10). Tambah Wayan Titib, pada saat penutupan rumah karaoke yang bersamaan dengan penutupan lokalisasi itu harusnya pemkot bisa memilah dan memilih mana saja yang ada izin atau tidak, bukan disapu rata dan ditutup semuanya. “Dilihat dulu dan diperiksa izinnya. Yang tidak punya baru ditutup,” tegasnya. Dengan sikap yang arogan itu, pemkot terlihat jelas kesombonganya dan merasa sebagai penguasa. “Begitu ditutup, pemilik rumah karaoke yang memiliki izin harusnya waktu itu bisa langsung menggungat pemkot,” ujarnya. Disinggung soal penutupan hanya di rumah karaoke kawasan Jarak-Dolly, Wayan Titib menyindir seharusnya tidak tebang pilih. “Harus ada keseriusan dari pemkot dan tidak hanya di kawasan Jarak-Dolly saja yang ditutup,” pungkas Wayan Titib. Seperti diketahui, warga Jarak-Dolly yang tergabung dalam Perkumpulan Forza Pancadarma Lokamandiri Surabaya menggugat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Dalam gugatan yang didaftarakan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, selain wali kota, warga yang meminta hak-hak ekonominya diperhatikan pasca penutupan rumah karaoke itu juga menggugat Kasatpol PP Surabaya dan turut tergugat Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya. Intinya, mereka memminta agar hak-hak ekonomi masyarakat Jarak-Dolly diperhatikan oleh pemerintah dengan mengeluarkan perizinan rumah karaoke untuk kebutuhan hidup. Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) itu didaftarkan ke PN Surabaya dengan nomor perkara 1042/Pdt.G/2020/PN Sby, tanggal 23 Oktober 2020. (fer/gus)

Sumber: