Tak Dihargai Istri, Menikah vs Perempuan Bahu Laweyan (1)

Tak Dihargai Istri, Menikah vs Perempuan Bahu Laweyan (1)

Tertarik Rumput Hijau Tentangga yang Mirip Host Nih Kita Kepo

Pasangan suami-istri yang tinggal di Kenjeran ini, sebut saja Danang dan Sulami, pantas disebut pasutri gak main. Mereka tidak pernah akur dan sering tukaran. Selalu berseberangan. Celakanya, ke-gak main­-an mereka berlanjut sampai menjelang usia paruh baya. Danang berkembang menjadi pribadi tua-tua keladi, sementara Sulami menjadi wanita cerewet yang mboseni. Diakui Danang, sikapnya tersebut awalnya hanya untuk menutupi kekecewaannya terhadap istri. Kalau akhirnya keterusan, itu urusan lain. Paling tidak, itulah yang dia rasakan. Danang mencontohkan bahwa saat ini dia sedang terjangkit penyakit rabun mata: melihat rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di rumah sendiri. Artinya Danang tergila-gila kepada rumput hijau tersebut: seorang jaman batu (janda muda beranak satu) yang tinggal di kampung sebelah. Namanya sebut saja Endang. Usianya sekitar 40-an. Secara fisik diakui menarik. Juga, kepribadiannya. Parasnya mirip host Nih Kita Kepo di televisi swasta yang suaranya kayak ember jatuh itu. Cempreng dan nyaring. Bodinya pun tidak kalah menarik. Punel kayak beras IR-64. Cuma sayang, masyarakat di sekitar tempat tinggal wanita ini memiliki penilaian buruk terhadap Endang. Dia terkenal sebagai pelakor, perebut laki orang; wanita matre; pengusaha rent-tub (persewaan tubuh); dll dsb dst sebutan negatif. Kepada pengacara yang dimintai tolong mengurus perceraiannya, Danang hanya beralasan sudah bosan terhadap istrinya. Tapi, ketika diminta mengungkap alasan lain, dia malah bercerita panjang-lebar. Itu diungkapkan di kantor pengacara, sekitar kantor Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya. Diakui Danang, dia dan istrinya sebenarnya pernah punya seorang anak. Namun ketika menginjak usia enam tahun, anak itu meninggal dunia karena DB. Tindakan kurang cepat yang diambil Sulami—karena waktu itu Danang sedang berada di luar kota—diduga menjadi penyebab kematian sang anak. Sejak itulah pria yang berprofesi jual-beli tanah ini seperti kehilangan semangat hidup. Apalagi, dokter juga memvonis Sulami sulit hamil lagi karena ada tumor di rahimnya. “Sudah tahu kondisinya begitu, cerewetnya minta ampun. Minta apa-apa sakdet-saknyet. Harus selalu dituruti dan segera. Yang menjengkelkan, apa pun yang saya lakukan selalu salah di mata dia. Lama-lama bosan di rumah,” katanya. Danang lalu melampiaskan kejengkelannya dengan nyangkruk di warung-warung sepulang kerja. Berpindah-pindah dari satu warung ke warung yang lain. Nanti kalau sudah ngantuk baru pulang, ngorok senggar-senggor sampai pagi. Danang mengaku bertemu Endang di toko pracangan depan warkop. Waktu itu dia mencari rokok karena yang di warkop habis. Sedangkan Endang membeli beras. Uangnya kurang Rp 2.500. Endang hendak pamit pulang ambil duit tapi dicegah Danang. “Kalau hanya kurang Rp 2.500, biar saya yang bayar,” kata Danang memberanikan diri nyolot pembicaraan Endang dan pemilik toko. “Bener tah ditraktir? Kalau bener, sekalian tak beli gula pasir, minyak goreng, dan lain-lain,” goda Endang. Ternyata Danang menanggapi serius, “Lho, monggo-monggo. Mumpung baru gajian.” “Temen tah?” “Serius, orangnya sekalian dibawa ke rumah juga mau,” giliran Danang yang menggoda Endang. Mereka tersenyum. (bersambung)     Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: