Panah Asmara yang Menembus Dua Titik Sasaran Berbeda (4 – habis)

Panah Asmara yang Menembus Dua Titik Sasaran Berbeda (4 – habis)

Dicintai sampai Akhir Hayat dan Memulai Cinta kepada sang Adik

Pulang dari tempat Susanti, entahlah. Hati Indra bermekaran, aneka bunga tumbuh di hatinya. Ada melati. Ada mawar. Ada adenium. Ada anggrek. Bahkan bunga sogok telik dan bunga alyssum. Impian Indra pada masa remaja kembali merekah: bersanding di pelaminnan vs Wanti. Bukan Wantinya masa lalu, melainkan Wantinya masa kini. Bukan Dewanti Asanti, melainkan saudara kembarnya, Dewanti Susanti. Indra bermenung. Dalam lamunannya, ia dengan bangga akan menjawab tantangan Nana: bercerai. Siapa takut? “Waktu itu aku tidak sempat berpikir kalau Susanti ternyata tidak mencintaiku. Aku setel yakin aja,” kata Indra. Hari demi hari terus berlalu. Rumah tangga Indra vs Nana semakin sering goyah. Nana terlalu semena-mena, sementara Indra tetap berada di area ketidakberdayaan. Kesempatan rehat siang hari menjadi satu-satunya sarana rekreasi Indra dengan mampir di tempat usaha Susanti. Ngobrol ngalor-ngidul atau sekadar mampir minum teh. Sampai suatu hari Indra dikagetkan dengan pernyataan Susanti. Begini katanya, “Pak Indra masih tetap seperti dulu ya? Tidak pernah berubah mulai masa kanak-kanak hingga sekarang.” Indra tidak memahami maksud omongan tersebut. Dia mencoba mencerna. Tidak bisa. Pikirannya buntu. Setelah mencoba menerka-nerka, Indra menyerah dan akhirnya nekat bertanya, “Maksud Bu Wanti?” Susanti menghentikan aktivitasnya dan fokus pada pembicaraan dengan Indra. Kata Susanti, kakaknya pernah bercerita bahwa dia pernah mencintai seorang pria. Tapi sampai perpisahan harus terjadi di antara mereka, pria tersebut tidak pernah mengungkapkan cintanya. Sebenarnya kakaknya juga mengaku sayang dan mencintai pemuda tadi. Tapi sebagai wanita, kakaknya merasa kurang etis kalau harus menyatakan cinta lebih dulu. Karena hingga mereka dewasa tidak ada pernyataan cinta dari pria tadi, kakaknya menyerah. Pasrah. Dia menerima pernyataan cinta pemuda lain. Pemuda yang dinilai memiliki banyak kesamaan dengan pemuda yang dicintainya diam-diam dan diyakini juga mencitainya diam-diam. “Asanti pernah bercerita seperti itu?” tanya Indra. Gurat kemasygulan tergambar jelas di garis-garis wajahnya.Terasa ada penyesalan yang sangat purba. Penyesalan yang sudah memfosil. “Ya. Kakak pernah menceritakan itu pada detik-detik menjelang kematiannya,” kata Susanti. “Apakah dia membawa kenangan cinta pemuda tadi hingga napas terakhirnya?” tanya Indra. “Ya. Hingga tarikan napas terakhir,” kata Susanti, yang menambahkan, “Mudah-mudahan pria tersebut tidak melakukan kesalahan yang sama dua kali dalam hidupnya.” Kalimat tadi diucapkan Susanti diringi sorot mata tajam ke kedalaman mata Indra. “Ya. Aku berjanji tidak akan menjadi lelaki pengecut lagi,” kata Indra, kemudian meraih tangan Susanti dan meremasnya. Susanti balas meremas. (habis)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: