Panah Asmara yang Menembus Dua Titik Sasaran Berbeda (2)
Perempuan Bernama Dewanti Itu Ternyata Saudara Kembar Wanti
Baru pada pengiriman pakaian kotor yang keempat atau kelima, Indra bisa sedikit omong-omong. Indra memang sengaja datang agak siangan agar situasinya tidak terlalu ramai. “Oh? Jadi Pak Indra berasal dari Nggalek toh?” tanya pemilik laundry yang di nota tanda terima jasa usahanya tertulis bernama Dewanti itu. “Bu Dewanti dari mana?” tanya Indra. “Kalau Bapak dan Ibu dari Tulungagung.” “Kok bapak dan ibu? Bu Dewanti sendiri?” Dewanti tersenyum. Senyum yang dirasakan Indra sebagai senyum milik Wanti. Wantinya, “Saya bingung. Saya kan bukan anak kandung Bapak dan Ibu Mereka sebenarnya paklik dan bulik. Saya lahir di Nggalek juga.” “Trenggalek? Jadi, benarkah dia Dewantiku dulu? Tapi kok tidak mengenalku?” batin Indra. Pria ini salah tingkah. Dia mencoba memandang Dewanti lebih lekat. Lebih tajam. Sepertinya tidak salah. Dialah Dewantinya. Cuma sekarang sudah agak berumur. “Pak Indra kok seperti orang bingung?” “Maaf, saya memang bingung. Soalnya saya merasa pernah mengenal perempuan cantik seperti Ibu. Namanya juga Dewanti. Asal Nggalek juga. Wajahnya sangat mirip dengan Ibu. Saya kira Ibu adalah dia.” Dewanti tersenyum. Kali ini lebih lebar. Dan, lebih manis. “Bu Dewanti punya saudara di Trenggalek?” tanya Indra buru-buru. Suaranya bergetar. Matanya masih menatap Dewanti. “Punya. Saudara kembar. Namanya sama dengan nama saya. Dewanti. Mungkin dialah yang teman Bapak,” kata perempuan tadi, yang menambahkan mereka sengaja diberi nama sama, tapi belakangnya beda, “Saya Dewanti Susanti. Saudara saya Dewanti Asanti.” Deg. Dada Indra berdebar keras. Berarti dia tidak terlalu salah. Kalau Dewanti yang berdiri di depannya adalah saudara kembar Dewanti dinta pertamanya, di manakah dia sekarang? Masya Allah, Indra langsung menyebut nama Yang Mahakuasa. “Kami lahir kembar. Menurut kepercayaan para sesepuh zaman kita masih kecil, saudara kembar kan sebaiknya diasuh terpisah. Makanya saya dititipkan kepada Paman dan Bibi, sedangkah kakak diasuh Ibu dan Bapak,” cerita Dewanti Susanti. Ditambahkan Indra, Dewanti Susanti bercerita bahwa sejak saudara kembarnys pindah ke luar Jawa, mereka jarang bertemu. Paling cepat ketemuannya setahun sekali, saat Idul Fitri. “Sekarang di mana dia (Dewanti Asanti, red)? Masih di luar Jawa?” tanya Indra. Dewanti Susanti tidak segera menjawab. “Di mana dia?” desak Indra. Dewanti Susanti masih diam. Malah sekarang matanya mulai berkaca-kaca dan pandangannya menjadi kosong. Menerawang jauh. Sangat jauh. Panggilan Indra berkali-kali sama sekali tidak direspons. “Kakak sudah meninggalkan kita,” tutur Dewanti Susanti. Lirih. (bersambung) Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasihSumber: