Lari Duluan

Lari Duluan

Oleh: Dahlan Iskan RUPANYA pemerintah menjalankan dua skenario sekaligus. Membeli vaksin yang sudah jadi dan membeli vaksin setengah jadi. Yang setengah jadi adalah vaksin Sinovac. Yang bekerja sama dengan BUMN Indofarma Bandung itu. Minggu ini, uji coba Sinovac tahap 3, di Bandung, selesai. Artinya, sudah 1.600 orang relawan yang divaksinasi. Masing-masing dua kali suntik. Sejauh ini tidak ada relawan yang mengalami gangguan efek samping. Tapi untuk kepastiannya masih harus menunggu sampai akhir Desember nanti. Itulah sebabnya Indofarma baru bisa mulai memproduksi vaksin Sinovac di bulan Januari 2021. Di samping yang Indofarma itu, pemerintah ternyata juga membeli vaksin yang sudah jadi. Yang tidak perlu dilakukan lagi uji coba tahap 3 di Indonesia. Uji coba tahap 3-nya sudah dilakukan di Tiongkok. Pembelian vaksin yang sudah jadi itu dilakukan oleh BUMN Kimia Farma dan swasta nasional Kalbe Farma. Sumber vaksinnya dari dua perusahaan Tiongkok lainnya. Nama dua vaksin itu Sinopharm dan CanSino. Dua-duanya tidak sama. Yang satu adalah yang perlu disuntikkan dua kali. Seperti Sinovac yang di Bandung itu. Satunya lagi yang kadarnya lebih tinggi, sehingga cukup sekali suntik. Masing-masing ada plus-minusnya. Sama-sama efektifnya. Yang beli barang jadi itu kelihatannya bisa lebih cepat. Bulan depan barangnya sudah bisa tiba di Indonesia –dan bisa langsung disuntikkan. Yang diperlukan hanyalah tempat penyimpanan vaksin yang memenuhi syarat. Dan itu tidak ada masalah. Itulah sebabnya pemerintah sudah mengeluarkan aturan: siapa yang diprioritaskan untuk divaksinasi. Yakni: tenaga medis. Termasuk petugas yang melakukan penelusuran terhadap orang-orang yang pernah bersentuhan dengan penderita Covid-19. Di kelompok ini juga termasuk polisi dan tentara yang berada di gugus tugas Covid-19. Jumlah mereka sekitar 3,5 juta orang. November beres. Prioritas berikutnya adalah tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat-pejabat dan pengurus kampung. Jumlah mereka ini sekitar 6 juta orang. Setelah itu, adalah guru dan petugas sekolah di berbagai tingkat. Baru berikutnya lagi anggota DPR, pegawai negeri, dan seterusnya. Total 350 juta vaksin yang diperlukan. Itu pun karena sudah ada vaksin yang cukup sekali suntik. Jumlah vaksin harus bisa menjangkau 70 persen dari jumlah penduduk. Kalau kurang dari itu bisa jadi akan ada gelombang pandemi kedua yang lebih berat –karena virusnya kian kebal. Untuk bergerak ya kembali ekonomi saya lebih mengharapkan vaksinasi ini dari pada UU Cipta Kerja. Saya membayangkan begitu vaksinasi dilakukan orang merasa terbebas. Lalu bisa bergerak. Perasaan seperti itu pula yang terjadi di Tiongkok sekarang ini. Di sana yang diprioritaskan adalah siswa-siswa TK, SD dan seterusnya. Hari-hari ini vaksinasi itu sudah dimulai di Beijing, Shanghai, Hangzhou dan kota besar lainnya. Saya pun bertanya: mengapa bukan dokter, paramedis dan petugas di garis depan lainnya yang didulukan? "Mereka sudah divaksinasi duluan. Sekalian untuk uji coba tahap 3 dulu," ujar teman saya di Dalian, kota indah di provinsi Liaoning, dekat Korea. "Saya pun ingin cepat vaksinasi," katanya. Mengapa? "Ingin cepat ke Indonesia," tambahnya. "Sudah lama tidak ke luar negeri". Untuk itu ia akan melakukan vaksinasi atas biaya sendiri. Ongkosnya 1.000 renminbi. Atau sekitar Rp 2,5 juta. Tiongkok membolehkan para pengusaha yang punya bisnis di LN untuk mendapatkan vaksin lebih dulu. Asal, itu tadi, bayar sendiri. Maka secara bisnis Tiongkok seperti akan lari duluan.(*)

Sumber: