Menggebuki Kader Bangsa

Menggebuki Kader Bangsa

Oleh: Ali Murtadlo Saya salut dengan tulisan Prof Joni Hermana yang beredar luas. Semoga bukan hoaks. Mantan Rektor ITS yang sering menulis di media massa ini, memuji para mahasiswa. Tribute untuk Mahasiswa. Demikian judulnya. Meski bukan anak kandungnya, Prof Joni sangat prihatin dengan mahasiswa yang digebuki, dihajar, dan sebagian masih, ditahan, dan hilang. Berkali-kali, lewat tulisannya, mantan rektor yang dikenal sangat idealis dan tak mau dipilih untuk jabatan kedua kalinya ini, meminta agar mahasiswa yang masih ditahan, segera dipulangkan ke rumah orang tuanya. "Teriris rasanya hati ini ketika ada orang yang justru menyalahkan mahasiswa, bahkan beranggapan mereka layak mendapatkan luka-luka, penganiayaan dan bahkan nyawa atas apa yang mereka perjuangkan," tulisnya. Mereka punya idealisme yang besar. Menyampaikan aspirasinya. Mereka sedang berlatih memperjuangkan keadilan, memperjuangkan nasib buruh. Mereka tidak memperjuangkan nasibnya, tapi nasib orang lain. Hadiahnya: mereka digebuki. Bukan salah polisi. Mereka yang bertugas di bawah hanya menjalankan tugas. Meski kadang kebablasan emosi. "Saya menyesalkan pimpinan negara yang seharusnya menjadi teladan bagi para mahasiswa. Sikap dan moral apa yang hendak kita wariskan kepada mereka," katanya. Mahasiswa yang menyerukan kebenaran itu, malah dituding ditunggangi. "Kita harus akui sejarah negeri ini bahwa mahasiswalah yang antara lain berperan besar melahirkan orde reformasi atau bahkan orde revolusi mental," katanya. Lalu, kepada para penghujat demo mahasiswa, Joni meminta untuk berinstropeksi. "Apa yang telah Anda kontribusikan untuk bangsa ini," katanya. Hati-hati menggebuki kader bangsa kita. Mungkin di antara mereka akan lahir "Soekarno" baru, "Hatta" baru, "Syahrir" baru, "Natsir" baru. Alangkah sayangnya jika para kader baru itu, pupus di tengah jalan gara-gara cacat digebuki. Atau mati. Alangkah ruginya negeri ini. Memimpin negara memang tidak gampang. Karena itu, perlu kepiawian. Perlu kematangan, perlu jam terbang, dan yang juga terpenting perlu jiwa kebapakan yang penuh wise dan wisdom. Statesmanship. Kenegarawanan. Bahwa untuk membuat maju negerinya diperlukan Omnisbus Law atau apa pun namanya, tak harus melahirkannya dengan penuh darah dan luka para kader bangsa. Memang diperlukan kecanggihan mengkomunikasikan, menyosialisasikan dengan berterus terang dan penuh kejujuran. Bukan slintat-slintut dan tergesa-gesa apalagi sampai digedok tengah malam. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: