Welcome Resesi! Tetap Kita Syukuri

Welcome Resesi! Tetap Kita Syukuri

Oleh: Ali Murtadlo Pada 2020 ini kita mensyukuri dua hal: Covid 19 dan resesi. Dua hal yang sama-sama berat. Semoga menjadikan kita menjadi orang kuat menghadapinya. Harus ekstra hati-hati supaya tidak tergelincir terpapar maupun korban ekonomi sulit ini. Covid, kita sudah terlatih bersamanya sejak tujuh bulan lalu, sejak diumumkan penduduk negeri ini ada yang terpapar. Yang membuat hidup kita serba dibatasi itu. Yang ke mana-mana harus bermasker itu. Yang ke masjid saja masih ragu-ragu itu. Yang anak-anak dan para mahasiswa masih belum bisa ke sekolah dan kampus itu. Resesi meski secara resmi dan ilmu dimulai per Oktober ini, tapi ekonomi yang menurun sesungguhnya sudah kita rasakah mulai kuartal II lalu, ketika pertumbuhannya minus 5,32. Resesi seperti kita ketahui adalah keadaan sebuah negeri yang mengalami pertumbuhan negatif (kontraksi) selama dua kuartal berturut-turut. Kuartal III (Juli, Agustus, September) meski angkanya belum diumumkan, hampir dipastikan di bawah nol. Alias negatif. Presiden Jokowi ketika mendapati angka minus 5,32 di kuartal II (April Mei Juni), mengumpulkan tim ekonominya untuk menyelamatkan kuartal III agar tidak negatif dengan cara menggenjot government spending. Namun, covid yang terus menerus menghajar, mempersulit ihtiar itu. Ditambah leletnya kementerian tertentu membelanjakan anggaran yang membuat Pak Jokowi marah seperti kita saksikan di video yang dirilis delay itu. Jika tingkat makronya sudah ditangani oleh petinggi di Jakarta sana, kita bahas mikronya saja. Dampaknya pada kita. Apa? 1. PHK. Rumus mengurus perusahaan di kala resesi seperti ini adalah penyelamatan perusahaan meski salah satunya dengan cara perampingan. Karena itu, salah satu cara untuk menghindari "the next list" (nama-nama yang bakal di-PHK berikutnya), jadilah karyawan yang istimewa. Caranya? mau multitasking misalnya. Mau memberi extra-mile misalnya. Bekerja lebih tanpa uang lembur misalnya. Bahkan, tak perlu gengsi, mau down grade seperti menjadi security dan lain-lain misalnya. Yang penting masih bekerja, masih berpendapatan. Tak perlu gengsi, sulit mencari kerja di mana-mana. Bahkan dari karyawan tetap menjadi part-timer pun, diterima saja. Tak perlu emosi, bisa bekerja sendiri. Tapi, kalau motivasi pindah kuadran dari pegawai menjadi self-employed begitu kuat dan tahu konsekuensi beratnya, juga sangat bagus. Selamat. Negeri ini berterimakasih sekali kepada anak bangsanya mau berwiraswasta. Sebab, RI masih terlalu kecil angka entrepreneurshipnya dibandingkan negara tetangga. 2. Family lifestyle berubah. Jika makannya di rumah terus. Atau tak lagi makan di mal atau di restoran, sebaiknya diceritakan alasannya kepada keluarga. Selain menghindari kerumunan, juga untuk penghematan. Mengapa tempe tahu terus? mengapa tak perlu baju baru dulu? mengapa belum perlu ganti sepatu dulu? mengapa memilih naik gunung dan camping, mengapa menghindari menginap di hotel? 3. Need and Want. Di kala resesi ini harus bijak untuk membelanjakan uang berdasarkan need dan want. Perlu dan ingin. Tentu saja yang diprioritaskan yang need dulu. Makan-minum, pendidikan, kesehatan. Sedang yang want, keinginan, ditunda dulu. Diskusi keluarga untuk menentukan prioritas need berdasar urutan dan alasannya, asyik juga untuk dilakukan. 4. Self-supplied. Jika sayur bisa diambil dari tanaman sendiri. Jika lombok bisa kita ambil dari halaman sendiri. Jika tomat bisa kita petik sendiri. Maka, akan membantu penghematan dan tentu saja lebih sehat karena fresh dan tak ada intervensi kimianya. 5. Empati. Waktu berempati. Mungkin ada saudara yang kena PHK, mungkin ada tetangga yang baru diputus kerja. Saatnya berempati bisa membantu apa. 6. Beli ke warung/toko tetangga. Banyak yang terkena PHK, banyak yang berwiraswasta tiba-tiba. Saatnya peka. Mengapa beli beras ke supermarket, kalau tetangga menjualnya. Mengapa order go food ke restoran, jika tetangga kita me-WA hari ini jualan botok atau gurami bakar. Alhamdulillah, kita dipertemukan dengan pandemi dan resesi. Tetap kita syukuri. Pasti ada hikmah di balik ini. Semoga kita bisa melewatinya dengan aman dan damai. Semoga badai segera berlalu. Aamiin. Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: