Tindak Tegas jika Dimainkan
Surabaya, memorandum.co.id - Penerapan keadilan restoratif di Jatim ternyata sudah berjalan. Meski belum semua kejaksaan melakukan perja yang baru berusia dua bulan tersebut. Hingga September ini, sudah ada empat perkara yang masuk di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim yang ditangani. “Keempatnya itu dari Kejari Jember (pasal 351 KUHP), Kejari Kota Probolinggo (pasal 351 KUHP), Kejari Magetan (pasal 362 KUHP), dan Kejari Surabaya,” ujar Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Jatim Anggara Suryanagara. Lanjut Angga, sapaan Anggara Suryanagara, bahwa tujuan dari keadilan restoratif itu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. “Tahapannya selektif dan melibatkan semua pihak. Mulai dari korban, pelaku, keluarga, polisi, dan masyarakat. Dan sebagai pertimbangannya, pendekatan menggunakan hati nurani. Jadi bukan subjektivitas dari jaksa,” jelas Anggara. Tambahnya, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam penghentian perkara ini. Seperti tersangka baru kali pertama melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta. “Jika dalam mediasi ini tidak ada titik temu, maka perkara akan dilanjutkan ke pengadilan. Yaitu menuangkan tidak tercapainya upaya perdamaian dalam berita acara, membuat nota pendapat bahwa perkara dilimpahkan ke pengadilan dengan menyebutkan alasannya, dan melimpahkan berkas perkara ke pengadilan,” ujarnya. Namun, meski Jaksa Agung mempunyai deponering (suatu diskresi untuk mengenyampingkan suatu perkara untuk kepentingan umum) tetapi jika dalam pelaksanaan keadilan restoratif ditemukan adanya dugaan penyimpangan maka akan ditindak tegas. “Ada yang memainkan atau memanfaatkan itu (keadilan restoratif, red) akan ditindak tegas. Karena ini dibuat aturan secara selektif,” tegas Anggara. Sementara itu, sumber di kejaksaan mengatakan, bahwa perja tersebut bukan suatu kewajiban untuk dilaksanakan. Namun, hanya sekadar disarankan untuk menyelesaikan perkara tanpa harus ke pengadilan. Syaratnya, ada titik temu dalam mediasi tersebut. Selain itu juga ada persetujuan dari masing-masing kajari. (fer/nov)
Sumber: