Pengakuan Mahasiswa Pengguna Narkoba: Rela Jual Motor demi Pil Koplo

Pengakuan Mahasiswa Pengguna Narkoba: Rela Jual Motor demi Pil Koplo

Surabaya, memorandum.co.id - Peredaran narkoba di kalangan mahasiswa kini menjadi momok bagi pemerintah maupun masyarakat. Undang-undang pun kini terkesan disepelekan. Berita tentang para pengguna maupun pengedar narkoba sering kita temui lewat pemberitaan media massa. Tidak dapat dipungkiri bahwa narkoba telah menyasar di kalangan mahasiswa dan lingkungan kampus. Salah satu mantan pengguna yang mengamini hal tersebut adalah AR (21). Diwawancarai melalui telepon, mahasiswa aktif di perguruan tinggi negeri kawasan Surabaya Selatan ini mengatakan bahwa pengguna maupun pengedar narkoba di kampus nyata adanya. Secara umum, untuk masuk ke dalam kelompok pengguna narkoba ini sangatlah mudah, tanpa syarat dan terjamin keamanannya. Alasan pribadi saat ditanya mengapa menggunakan barang ini awalnya karena ditawari. Setelah mengetahui efeknya, ia lalu mulai mencoba-coba hingga akhirnya kecanduan. AR mengaku bahwa dirinya telah berhenti menggunakan barang haram tersebut melalui fase yang cukup berat. Selain menyiapkan mental dan psikis untuk benar-benar terlepas dari obat-obatan terlarang, ia juga mengatakan bahwa dirinya disiksa secara fisik. Hal ini untuk menghindari terjadinya kebocoran informasi terkait rantai para pengguna dan pengedarnya. Pembelian narkoba ini secara langsung lewat beberapa pengedar sesama mahasiswa. Beberapa jenis yang pernah ia cicipi yakni pil koplo dan ganja. “Uang untuk membeli kadang dari hasil patungan," tambahnya Saat ditanya mengenai penggunaan narkoba di kalangan kampus, AR menjawab lumayan banyak. "Di kampus banyak temen-temenku yang pemakai. Bahkan, perempuan berjilbab juga ada. Kalau menggunakan di kampus yang paling aman pada malam hari di areal semak-semak yang tidak kelihatan. Namun kebanyakan pakainya di kos-kosan," terangnya. AR juga bercerita, bahwa ia pernah menemui kasus pengguna lain yang rela hingga menjual motornya hanya untuk membeli pil koplo tersebut. Kisaran harganya pun beragam. "Yang paling jelek kualitasnya dan pernah saya konsumsi harganya Rp 30 ribu. Paling mahal sekitar Rp 300 ribu," tutupnya. (x1/nov)

Sumber: